[caption id="attachment_223267" align="alignnone" width="118" caption="source: google.com"][/caption] Gambaran segenggam beras sangat sarat makna. Bagi kita orang-orang yang masih bisa mengisi waktu dengan mencari informasi, menulis dan sharing jarang merasakan bahwa segenggam beras itu sangatlah berarti. Orientasi kita lebih ke arah mencari "segenggam berlian" dengan argumen "untuk hidup yang lebih baik". Padahal di sisi kehidupan sebagian yang lain orientasi mereka lebih ke arah "bagaimana saya bisa bertahan hidup". Ironis memang, satu sisi banyak orang berkecukupan tapi masih merasa kurang baik kehidupannya sedangkan satu sisi lagi banyak orang yang memang kekurangan tapi mau bagaimana lagi harus merasa "cukup" dengan yang ada. Kasus yang baru-baru ini cukup mencengangkan adalah seorang ibu bernama Umi yang berasal dari kota Klaten yang nekat bakar diri bersama dengan 2 orang anaknya yang bernama Lindu (4 tahun) dan Dwi (2,5 tahun). Penyebabnya mungkin bagi kita sepele yaitu karena himpitan ekonomi dan berdasarkan surat kepada suaminya, ia memiliki hutang sebesar Rp. 20.000 kepada temannya. Apa arti uang 20.000 bagi kita? terkadang kita meremehkan bahkan uang makan sehari saja tidak cukup dengan 20.000. Dari Lindu dan Dwi ini kita bisa belajar agar lebih mensyukuri hidup ini dan lebih peka terhadap lingkungan sekitar. Siapa yang bisa menyangkanya kalau ternyata Lindu2 yang lain hidup dekat dengan kita. Di sela kehidupan kita yang sangat sibuk mengejar target untuk mencari kepuasan diri, ada orang-orang yang tidak sempat mengurusi kepuasan diri demi mencari segenggam beras untuk sesuap nasi. Seorang rekan pernah mengingatkan ketika saya bertanya, mengapa kesenjangan sosial di negara ini sangat timpang yang kaya makin kaya sedangkan yang miskin makin terpuruk. Ia mengatakan cobalah belajar mulai dari binatang-binatang kecil yaitu semut dan nyamuk, bisakah kita tidak menginjak, menyakiti, membunuh semut dan nyamuk ini? Saya pun merenung, sangat sulit memang tapi itulah yang terjadi. Kita terkadang menganggap orang-orang kecil ini sebagai pengganggu dan bisa membuat kita sakit, dan karena kecil juga sehingga bisa kita sakiti dengan mudah. Sebagai makhluk sosial saya yakin semua manusia sama memiliki hati nurani serta sifat kemanusiaan saat melihat orang lain kesusahan apalagi orang-orang yang kita kenal dan dekat dengan kita. Maka inilah, "pendekatan" mungkin langkah awal yang baik untuk membantu mereka, jangan segan dan gengsi untuk bergaul dengan orang-orang kecil karena dari mereka sebenarnya kita bisa lebih banyak belajar. Bukan hanya materi yang bisa kita berikan tapi juga spirit yang sangat mereka butuhkan ketika dalam keadaan terhimpit masalah. Hidup ini indah jika kita mau mensyukuri dan menikmatinya. Apalagi kita bisa berbagi dan selalu ingat bahwa semua rejeki yang kita terima sebagian ada hak-hak orang-orang yang kekurangan. Terima kasih Lindu, kau telah banyak memberi pelajaran tentang hidup ini semoga ada kehidupan lebih baik yang diberikan Allah disana. Amin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H