Mohon tunggu...
Yulinda Eka
Yulinda Eka Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Obsesi

27 Agustus 2016   09:38 Diperbarui: 27 Agustus 2016   09:50 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku menatap punggung bapakku dari jauh. Kian mengecil, hingga terlihat hanya titik hitam berjalan di tengah kerumunan pasar. Makin mengecil. Mataku menciut tak sanggup menjangkaunya. Titik kecil itu hilang selanjutnya, dimakan simpang tiga dekat lintasan kereta api. Beliau dan motornya telah mengantarku  kemari. Terima kasih dengan segenap takzim. Tak sanggup ku balas semua budimu.

Awan hitam berarak rapat. Tak sekali menyisakan celah untuk mentari, yang sedari tadi rakus memancarkan  sinarnya. Walet-walet berhamburan, bergegas pulang ke rumahnya. Seperti kerumunan manusia begitu mendengar gemuruh dari gunungan pasir terbatuk. Pontang-panting kesana kemari. Seperti bapakku dan sebagian orang disana. tergopoh-gopoh ingin memutuskan perjalannya  dengan sekejap saja.  Mirip fenomena kiamat, yang sering ku jumpai di televisi. Hanya ilustrasi.

            Tenanglah. Mungkin, tak lama lagi hujan segera menyerbu tanah dam- hawa ini. Hal yang berkah, bukan bencana. Kering kerontang persawahan akan segera tertuntaskan. Tak lagi, para petani berebut dan menghambat air irigasi. Orang-orang akan senang. Malam terlelap nyenyak, paginya bekerja giat. Tanpa terjerat pikiran, kecuali mereka yang terbelit dengan simpul hidupnya sendiri. Tak usah mendramatisir, jalani saja seperti air.     

Bus melaju. Pandanganku berlalu. Duduk di pojok belakang dekat kaca. Bersama wanita tua dengan jilbab lusuh seperti mbok-mbok penjual sunduk urut dekat rumah. Sebelahnya laki-laki ber-anting satu dengan kepulan asap rokoknya. Smoker dengan bibir mulai menggelap. Teringat akan preman pasar yang kerap memalak uang saku tatkala aku SMA. Bus ini sepi penumpang, hanya ada beberapa orang duduk sesukanya. Bermuat 25, tapi kurang darinya. Hari ini minggu. Pegawai libur, karyawan libur, juga anak sekolah yang ikut libur. Hari libur nasional.

“Nenek turun mana?” Tak afdhal bila daku hanya membisu. Bukan suatu kesalahan. Waktunya pengamalan bidang studi kewarganegaraan. Menghormati yang lebih tua.  

“Joyoboyo, nak. “ Sengal-sengal nafasnya mengawal kalimatnya. Sudah sepuh. Tapi sayang, dia tak minat buat balik bertanya.

Mulai ramai, tembang kenangan dari Betharia Sonata menggaung di penjuru bus. Entah apa yang dilakukan pak sopir. Memutar radio atau hanya lantunan audio player dari ponselnya? Aku perlahan manggut. Senang mendengar alunannya. Tenang, pelan, sepelan gerimis diluar yang tak ku sangka kapan datangnya. Tiba-tiba saja menerpa. Mendarat sembarangan di ruas-ruas kaca.  Tak  berupa butiran, samar menyerupai goresan kasar. Hitam aspal jalan setitik demi titik terselimuti, Gradasi warna yang ditampilkan tak sekontras tadi. Selang jatuhnya teramat kerap. Membentuk riak di permukaan sepanjang sungai rute perjalananku. Arah Surabaya.

“Ongkos baru - Ongkos baru.” Om kenek sedang menunaikan tanggung jawabnya.

“Royal. ” Aku memberikan pecahan uang seribuan lima lembar. Tanpa kusebut tempat tadi sebuah Plaza, si om tahu sendiri.

Si om tersenyum, berlalu kepada penumpang lainnya . Bus reot, teman-temanku disana berkata demikian. Tak ada AC, audio, ditambah jalannya pun terseok-seok. Kadang pula terkentut-kentut, dan mendadak ngadat di tengah jalan. Mogok, seringnya kehabisan solar. Tak sebagus bus-bus besar yang sudah berapa banyak melintas, menyalip dan mendahului bus ini. kebut-kebutan, seperti jalan punya moyang sendiri. Kau membawa puluhan nyawa orang, sadarlah!

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun