Mohon tunggu...
Yulin Savitri
Yulin Savitri Mohon Tunggu... -

***

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Kitab yang Dahaga Akan Aksara

19 Maret 2016   17:38 Diperbarui: 19 Maret 2016   17:46 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="NH"][/caption]

Dengan berirama tetap, bernada riang, Gadis memasukkan bunga-bunga indah ke dalam kitab ungu violetnya.

Begitu tampak sosok Jaka dari jauh, ia pun mengacung-acungkan kitab tersebut, yang sebelumnya dijunjungnya ke arah langit biru. Gadis menyampaikan kitab itu ke tangan perkasa Jaka tanpa canggung.

Dengan wajah penuh binar-binar asa, ia menyampaikan maksudnya pada Jaka.

Jaka menggeleng,”Aku tak ingin mengurusi, mencampuri segala pekerjaan yang tak perlu.” Keangkuhan bergayut pada ucapannya.

“Rasanya engkau hampir benar. Tapi jenguklah sebentar buku ini,” rajuk Gadis.

Jaka menengok sekilas pada benda tersebut. Hmm.. hanya ada bunga seruni, aster, dan kecubung, bertebaran semusim di dalamnya. Dan selebihnya adalah lembaran-lembaran kertas buram dan muram.

Alis Jaka mengernyit tak paham, apa arti buku kosong yang hampa itu. Sunyi dari garit.

Tanpa mengacuhkan ekspresi muka tampan Jaka, Gadis terus berkata-kata. Komentar khas perempuan.

“Dari itulah aku mengundangmu. Aku tak memaksa, tetapi kitab ini begitu dahaga, ia tengah dilanda kehausan. Isilah dengan air jernih hasil purifikasi impuls-impuls syaraf di otakmu.”

Untuk akhirnya, Jaka tak mampu menampik permintaan Gadis yang telah beberapa kali diulang.

Bukankah menggores pena adalah pekerjaan sehari-hari Jaka, tentunya bukan hal yang mustahil untuk dipenuhi.

Dengan pena bulu angsa berwarna jingga, Jaka mengukir keindahan, tata, aksara, dan cinta di kitab Gadis.

Bagai berjalan menyusuri sungai biru berliku, mereka berdua kemudian mengisi kitab violet tersebut hingga hampir meluap ke tepian lembar.

Seruni, aster, dan kecubung kini dijadikan sebagai penghias ilustrasinya.

Jaka melirik sejenak ke arah Gadis, jika dipikir-pikir telah satu jam mereka berdua. Namun tak tampak sama sekali kejemuan di wajah halusnya.

Melunak hati Jaka.

Untuk selanjutnya, senja demi senja yang dilalui Jaka adalah melapisi helaian-helaian kitab Gadis, mengajarkan artinya, melapisinya dengan kidung burung layang-layang. Bulan dan matahari sebagai lenteranya.

Tahun ketiga.

Seusai menoreh hurup alfa, pi dan phi, Jaka memutarbalik badannya pada Gadis. Kali ini ia ingin menorehkan asmara ke dada Gadis.

 

*****

(ITA)

 

Gambar

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun