Mohon tunggu...
Yulin Savitri
Yulin Savitri Mohon Tunggu... -

***

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Biarkan Sisyphus

17 Januari 2016   17:36 Diperbarui: 17 Januari 2016   17:39 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah ilustrasi yang melukiskan perjuangan atau beban derita dalam kekekalan abadi.

“Ya, kita memang telah berani menafikan cinta kita, meratapi cinta dalam diam, berusaha menghapusnya, berusaha mencari gantinya, berusaha tertawa kembali masing-masing. Tak pedulikan kepedihan yang sebenarnya,”geram Rozy.

Tiara tertunduk. Seakan memandang batu karang besar yang akan ia dorong, kuat atau tak kuat, terus dan terus, menuju ke atas. Melawan gravitasi bumi nurani. ‘Tuk sekian masa ke depan.

Buat Rozy, batu karang hitam itu adalah rasa cintanya, keseriusannya pada Tiara, yang sebenarnya akan dipilihnya sebagai calon pendamping hidupnya kelak.

Bagi Tiara, batu karang putih itu adalah perwujudan pengorbanan untuk kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya sebelumnya, selama ini..

Tiara telah khilaf, ingin bertobat, dan melanjutkan kembali hidupnya. Ia akan mendorong cita-citanya terus ke atas, dengan hati bersih. Jika pun Tiara kembali lalai, itu takkan membuatnya berputusa asa dari permohonan ampun dan niat memperbaiki.

Bagai lingkaran akan diulangnya tanpa bosan.

Tuhan tak pernah jenuh menerima tobat hambaNya.

Juga manusia diajarkan untuk mengenal kata ‘memaafkan’.

Totalitas pengulangan bukanlah absurditas.

___

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun