Mohon tunggu...
Yulika Anastasia
Yulika Anastasia Mohon Tunggu... Karyawan -

Pekerja LSM yang hobinya travelling, fotografi, sinematografi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Pemerintah Kabupaten Jayapura "Mengembalikan Pemerintahan Adat"

12 September 2015   17:06 Diperbarui: 14 September 2015   13:01 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jumat, 11 September 2015 menjadi sejarah baru bagi Kampung Ayapo, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura. Kampung Ayapo, satu kampung dari empat kampung lainnya yang menjadi Pilot Project, dimana Pemerintah Kabupaten Jayapura mencanangkannya sebagai Kampung Adat.

Itu berarti, Pemerintah secara resmi "mengakui keberadaannya" dan "mengembalikan kewenangannya" untuk menjalankan pemerintahan kampung menurut adat istiadat yang telah berlaku secara turun temurun. Apakah ini menjadi sebuah langkah maju atau mundur?

Keberadaan Kampung Adat, diberi ruang dengan adanya Undang - Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Keberadaan UU ini menjadi terobosan baru bagi desa/ kampung untuk membangun dirinya sendiri untuk maju, mandiri, sejahtera tanpa kehilangan jati dirinya. UU ini juga mengakui khusus keberadaan desa adat (kampung adat) dan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat (KMHA) sebagai subyek hukum dan setara dengan desa (dinas).

Munculnya UU tentang Desa, langsung disambut baik oleh Pemkab Jayapura, dengan mengeluarkan SK Bupati Jayapura No. 319 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Jayapura dan SK Bupati Jayapura No. 320 tentang Pembentukan 36 Kampung Adat di Kabupaten Jayapura.

Tahun 2015 ini pemerintah mencanangkan 4 kampung sebagai Pilot Project Kampung Adat; yakni Kampung Bundru (Distrik Yapsi),  Kampung Ayapo (Distrik Sentani Timur), Kampung Neheibe (Distrik Ravenirara) dan Kampung Keitemung (Distrik Nimboran).

Ketika Pemkab Jayapura "mengembalikan kewenangan" kepada Pemerintahan Adat, tentu hal ini membawa sejumlah konsekuensi. Pertama, adalah sebuah fakta, keberadaan Pemerintah Adat berikut strukturnya telah ada sebelum Pemerintah Republik Indonesia masuk. Menurut adat, Ondofolo adalah pemimpin tertinggi, dan diatas Ondofolo adalah Tuhan (bukan pemerintah). Tentu saja, sebuah garis koordinasi yang baik sangat diperlukan antara Pemkab Jayapura sebagai representasi Pemerintahan Negara dan Pemerintahan Adat. Besarnya dana pemberdayaan kampung yang digelontorkan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten harus tetap mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas, serta penegakan hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku bila terjadi penyelewengan anggaran. Program pemberdayaan kampung yang sebelumnya dijalankan oleh "kampung dinas", kini berada di bawah kewenangan pemerintahan adat. Disinilah diperlukan Pendampingan dan Penguatan Kapasitas Pemerintahan Adat, setelah sekian lama struktur kelembagaannya terabaikan. Dengan dicanangkannya kampung adat, diharapkan peran serta masyarakat adat berikut kearifan lokalnya lebih besar dalam menjalankan roda pembangunan kampung.

Kedua, dalam struktur adat, Ondoafi memiliki kewenangan tertinggi. Ondoafi menjalankan peran sebagai pelindung, pensejahtera dan pelestari setiap anggota komunitasnya dan lingkungan kehidupan dari komunitasnya (Alexander Griapon, 2014). Ketika pemerintah "mengembalikan kewenangan" kepada Pemerintahan Adat, "Bola" kini ada di tangan Ondoafi, kemana ia hendak membawa masyarakatnya di tengah tantangan dunia modern.

Ketiga, Esensi dari Program Pemberdayaan Kampung adalah Kemandirian. Indikator keberhasilan Program Pemberdayaan Kampung, adalah Peningkatan Pendapatan Asli Kampung (PAK). Tanpa adanya PAK, dapat dikatakan kampung masih sangat tergantung dari Gelontoran Dana dari Pemerintah, yang berarti kemandirian dan kesejahteraan masih jauh dari harapan.

Perlu diingat, Undang - undang Tentang Desa berikut Peraturan Pemerintah di bawahnya, memberikan otonomi kepada kampung untuk menentukan arah pembangunan kampungnya masing - masing. Dengan adanya kampung yang dijadikan sebagai Model Kampung Adat, diharapkan partisipasi masyarakat adat yang lebih besar dalam program pemberdayaan kampung, sesuai dengan jati-dirinya dan kearifan lokal budayanya untuk mengelola berbagai potensi yang dimiliki demi mencapai kesejahteraan dan kemandirian.

Pemkab Jayapura telah berani mengambil langkah "Pengembalian Jati Diri Masyarakat Adat" dengan mengembangkan 4 model Kampung Adat. Semoga pencanangannya bukan sekedar seremoni, tapi Kampung ini mampu tampil dengan corak yang khas, berjati diri, mampu berdikari diatas kearifan lokal yang dimilikinya.

(Yulika Anastasia/ Institut Kampung Membangun)

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun