A. Aroma Khas Ikan Asin
Menjelang siang, atmosfir perdagangan etnis Tionghoa di Gang Jap Lun semakin terasa, ditambah dengan suasana khas daerah Pecinan, yaitu desain dinding muka toko dari konstruksi kayu yang dapat dibuka ketika siang hari, sore hari dapat dipasang kembali (thiam-tang).
Selain itu, mereka mengubah ruang depan ruko sebagai ruang terbuka umum untuk aktivitas perdagangan. Bangunan sempit yang memanjang ke dalam, atap menerus sepanjang barisan ruko, dan beberapa wuwungan masih terlihat berbentuk melengkung.
Daun pintu yang dibelah setengah tinggi, serta aroma khas pasar selalu melingkupi lingkungan tersebut. Aroma khas ini disebabkan ikan asin yang dijajakan para pedagang, bercampur sisa-sisa sayur dagangan, dan lingkungan yang tergenang air karena buruknya sistem drainase di daerah ini. Berdekatan dengan kompleks ini terdapat Pasar Andir yang merupakan pasar tradisional dengan masa bangunan yang sangat menentukan suasana sekitarnya.
Sulit untuk menemukan orang Tioanghoa asli, karena etnis Tionghoa sudah banyak yang sudah bercampur dengan masyarakat setempat dan tersisa Tionghoa keturunan sebagai penerus. banyak juga Tionghoa keturunan yang mengaku kurang mengetahui sejarah etnis Tionghoa yang ada di Gang Jap Lun ini.
Menurut Cahyadi salah satu pedagang ikan asin etnis Tionghoa, "Banyak yang jualan ikan asin, ada juga yang jualan hasil bumi tapi presentasenya lebih banyak yang ikan asin. Dulunya sebenarnya disini itu namanya Gang Jap Lun entah sejak kapan berubah, sekarang ditambah ada nama Jalan Kakap, Jalan Gabus, dan Jalan Teri. Boleh dikatakan begitu karena disini kompleksnya ikan asin.".
Pedagang yang telah berusia 78 tahun ini juga mengungkapkan bahwa kebanyakan bisnis ikan asin ini sudah berjalan dua atau tiga generasi. Meskipun ada juga yang dari luar kota, tapi kebanyakan hanya meneruskan usaha keluarga".
Sejak awal ditempati sudah banyak perubahan yang dialami para pedagang ikan asin di gang ini. Pak Cahyadi menurutkan, "Perubahan sangat nampak. Perubahannya kalau dulu ikannya murni, maksudnya tidak diolah dengan formalin jadi asli ditempat. Kalau sekarang karena umumnya diolah oleh generasi penerus dan niatnya ingin cepat, nerimanya ikan basah, kalau misalnya betul-betul mengolahnya itu lama. Kalau pakai formalin itu cepat dan warnanya lebih bening."
Kegiatan niaga di Gang Jap Lun hingga kini masih berjalan. Meski angka penjualan komoditi ikan asin terus menurun. Sebagaimana ungkapan Pak Cahyadi, "Kalau menurut perhitungan saya, tiap tahun pendapatan labanya semakin turun, karena turun itu waktunya banyak, pendapatan tidak seimbang dengan pengeluaran. Jadi, besar pasak dibandingkan tiang. Pengeluaran sehari-hari semakin bertambah tapi pendapatan semakin berkurang, kalau keuntungan mah pasti ada".
Dari garis waktu sejarah kita dapat melihat bahwa etnis Tionghoa dengan eksistensinya serta terus bertahan dengan cara mengelompokkan diri dan saling membantu satu sama lain.