Hampir satu tahun liga sepak bola Indonesia sudah mati suri. Sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada Maret 2020, liga sepak bola Indonesia, yaitu Liga 1 dan Liga 2, sudah tidak bergulir lagi. Bahkan liga 2020 yang sempat dimainkan beberapa pekan, telah resmi dihentikan. Saat ini, PSSI sebagai otoritas sepak bola tertinggi di Indonesia dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) sebagai operator kompetisi, mengharapkan liga 2021-2022 dapat segera bergulir. Diharapkan pula ada turnamen pramusim yang dapat digunakan sebagai ajang pemanasan.
Sampai saat ini, Kepolisian RI belum memberikan izin keramaian untuk penyelenggaraan liga, karena virus Covid-19 masih merajalela di Indonesia. Namun upaya untuk memperoleh izin dari Kepolisian RI tersebut nampaknya mulai menemukan titik terang. Setelah Menteri Pemuda dan Olahraga melakukan pertemuan dengan Kapolri (8/2/2021), Kapolri menyatakan membuka ruang untuk membicarakan lebih lanjut hal-hal yang bersifat administratif dan penegakan aturan terkait protokol kesehatan. Namun demikian, Kapolri mendukung kegiatan kepemudaan dan olahraga dapat dilaksanakan sesuai protokol kesehatan. PSSI dan PT LIB juga optimis bisa mendapat izin dari Kepolisian RI, karena telah menyiapkan dokumen perizinan yang lebih detail, terutama yang menyangkut protokol kesehatan selama kompetisi bergulir.
Harapan Insan Sepak Bola
Harapan bergulirnya kembali liga sepak bola di Indonesia, bukan hanya harapan PSSI dan PT LIB saja. Tetapi juga mimpi segenap insan sepak bola Indonesia. Harian Kompas (12/1/2021) memuat berita tentang harapan insan sepak bola yang sudah rindu menonton liga sepak bola Indonesia. Melalui gerakan kicauan #AyoMainLagi yang disampaikan melalui media sosial, insan sepak bola mengharapkan liga bisa bergulir kembali.
Gerakan itu menyampaikan pesan yang cukup menggelitik: membayangkan negara paling fanatis dengan sepak bola, tapi tak memiliki kompetisi sepak bola. Pesan itu Tidak kita pungkiri bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia memang gandrung dengan sepak bola. Ironisnya, liga sepak bola-nya vakum selama pandemi.
Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia mungkin satu-satunya negara yang liga sepak bolanya tidak bisa bergulir di era pandemi. Meskipun negara-negara di Amerika dan Eropa dilanda pandemi, negara-negara tersebut tetap menyelenggarakan kompetisi sepak bolanya. Bahkan di Inggris, meskipun di negara tersebut sudah beberapa kali dilakukan lock-down dan muncul strain baru virus Covid-19 yang lebih cepat menular, liga-nya tetap jalan. Begitu pula negara-negara di kawasan Asia dan Asia Tenggara, liga tetap bergulir meskipun diterjang pandemi.
Bagi penggemar sepak bola Eropa, menonton melalui televisi pertandingan sepak bola liga-liga populer seperti liga Inggris, Spanyol, Italia atau Jerman, sudah merupakan hal yang lumrah. Bahkan mulai pekan ini, penggemar sepak bola bisa menyaksikan pertandingan liga bergengsi tingkat Eropa, seperti liga Champions dan liga Eropa. Singkatnya, meskipun negara-negara tersebut dihantam pandemi, liga sepak bolanya tetap berjalan. Tetapi seperti kita saksikan di layar kaca, liga di negara-negara tersebut dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang sangat ketat, antara lain, tidak ada penonton dalam stadion.
Manfaat Liga Bergulir Kembali
Setidaknya terdapat empat manfaat apabila liga 2021-2022 dapat bergulir kembali. Pertama, pemain sepak bola, ofisial, wasit, asisten wasit, dan panitia penyelenggara Liga 1 dan Liga 2, termasuk pemain usia muda, yang jumlahnya diperkirakan 7.000-an orang, bisa kembali bekerja. Kembali bekerjanya insan sepak bola itu, dapat membantu mengatasi masalah pengangguran atau pengangguran sementara, yang jumlahnya meningkat tajam pada masa pandemi. Menurut laporan BPS pada November 2020, jumlah pengangguran karena Covid-19 sebanyak 2,56 juta orang, dan sementara tidak bekerja karena Covid-19 sebanyak 1,77 juta orang.
Kedua, bergulirnya kembali liga dapat memutar kembali roda perekonomian di industri sepak bola Indonesia. Kerugian akibat berhentinya liga Indonesia karena pandemi diperkirakan mencapai Rp 2,7 hingga  Rp3 triliun dalam satu tahun. Kepala Kajian Iklim Usaha dan Rantai Nilai Global LPEM Universitas Indonesia, Mohamad Dian Revindo, mengungkapkan perkiraan besarnya kerugian tersebut pada saat berkunjung ke PSSI (26/6/2020).