Beberapa kali tangan kanannya mengusap butiran kristal yang meleleh tak terbendung. Kemudian terngiang suara makian ibunya pagi itu makin membuatnya terluka.
"Sial! Kenapa aku punya anak kamu. Andai kamu tidak lahir, aku tidak akan sesial ini!"
Kembali tangan kanannya mengusap  genangan air di matanya.Â
"Apa salah ku? kenapa semua orang membenciku? Mungkin benar kata ibu, nggak ada gunanya aku dilahirkan? lebih baik aku mati. Mungkin dengan begitu semua akan senang."Â
"Aku akan pergi selamanya jika itu yang membuat kalian senang! Aku benci kalian semua!" teriaknya kencang. Aliya terus mengayuh sepedanya makin cepat meskipun dia tahu jalan yang dilaluinya  menurun tajam dan berkelok-kelok.
Beberapa detik kemudian ...
Aulia tersentak, ketika sebuah truk dari arah berlawanan menghalangi sepertiga jalannya, tangannya reflek membanting stir ke kiri dan menabrak sebuah pohon besar hingga tubuhnya terlempar kurang lebih 5 meter dari jalan aspal.
Sopir truk yang kala itu juga sempat terkejut, tidak berani menghentikan kendaraannya, karena posisinya menanjak dan truk penuh dengan muatan pasir, dalam benaknya berfikir apabila dia berhenti mungkin truk akan oleng mundur dan akan masuk ke jurang. Akhirnya pengemudi truk itu terus melaju membiarkan tubuh Aliya terkapar di sana.
Beberapa menit kemudian mata Aliya terbuka perlahan, dia berusaha mengerakkan badannya, namun terasa sakit yang luar biasa mencengkeram  punggungnya.Â
Selarik lumpur tertoreh di pipinya yang memar, ranting-ranting kering menancap di rambutnya yang panjang berombak. Ada beberapa luka tusukan kayu kering di lengan dan kali kirinya, yang mengakibatkan darah keluar dari sela-selanya, mulutnya berdesis menahan sakit namun ujung bibirnya tersungging meratapi nasib.