Mohon tunggu...
Retno Yuli
Retno Yuli Mohon Tunggu... profesional -

Dimulai dengan Bismillah... Berjalan sesuai arah pantang menyerah ..,. Berhenti sesuai titah Diakhiri dengan Alhamdulilah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kenanga, Siswaku yang Malang

3 Juli 2012   08:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:19 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PERAN KONSELOR SEKOLAH

PADA SISWA YANG MENGALAMI PELECEHAN SEKSUAL

(refleksi kasus siswaku Kenanga)
By Retno Yullie

Kenanga (14 th), begitu saja kupanggil dia. Dia dibawa lari karena bujuk rayu akan dibelikan HP baru, ketika dia libur karena kelasnya digunakan untuk UN, dan apesnya dia terjaring razia. Sedih, marah, hancur dan kecewa karena pelaku menolak bertanggung jawab. Doktrin yang diberikan pelaku untuk menjawab pertanyaan petugas bahwa dia pergi atas dasar alasan suka sama suka telah membuatnya celaka karena masuk BAP. Demi menuntut keadilan dengan didampingi oleh keluarga, korban mencoba melaporkan kejadian tersebut ke Pihak kepolisian, namun sampai di sana korban semakin kecewa, karena persoalan korban tidak bisa dilanjutkan dengan alasan, tidak ada unsur dan pasal yang bisa diterapkan untk menjerat pelaku atas perbuatannya pada korban. Bujuk rayu yang dilakukan pelaku terhadap korban tidak bisa dikategorikan sebagai unsur kekerasan lagi.

Dalam peraturan perundang-undangan yang ada di indonesia, batasan umur seseorang yang dikatagorikan anak tidak ada standar yang jelas. Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002 yang dikategorikan anak adalah yang usianya dibawah 18 tahun, sedangkan dalam UU perkawinan Nomor 1 tahun 1974 yang dikategorikan anak-anak untuk perempuan dibawah 16 tahun dan laki-laki dibawah 19 tahun, sementara di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang dikategorikan sebagai anak-anak adalah usia dibawah 21 tahun dan belum menikah.

Mengacu pada aturan di atas , maka anak seusia Kenanga, seharusnya mendapat perlindungan tanpa kecuali, namun inilah yang menjadi titik permasalahan anak tidak mendapat perlakuan sebagai anak karena dia diikutkan dalam Tipiring (Tindak Pidana Ringan), yang semestinya korban (anak-anak) tidak ikut dalamkategori kasus ini. Peraturan MA nomor 2 tahun 2012 yang mengatur salah satunya tidak dimasukkannya tindak pidana ringan ke pengadilan dan dibebaskannya pelaku dengan (hanya cukup) memberi batasan maksimal denda uang Rp 250 rupiah (Pada saat itu belum direvisi).

Di lain pihak dalam melakukan proses penyidikan terhadap anak korban kekerasan seksual aparat pemerintah sendiri sering membuat korban tidak nyaman dengan sikap dan pertanyaan yang diajukan oleh penyidik baik di tingkat kepoisian sampai ke pengadilan. Aparat Pemerintah sering tidak mengerti kondisi psikologis remaja, dan sikap menyudutkan yang ditunjukan Aparat Penegak hukum membuat koban takut dan terpuruk dalam menghadapi persoalannya tersebut.

Selain itu putusan-putusan hukum yang diberikan kepada pelaku sampai saat ini masih dirasa sangat ringan, dimana majelis hakim dalam membuat putusan persidangan selalu mempertimbangkan hak-hak pelaku tanpa pernah menimbang dan memperhatikan hak korban serta dampak psikologis yang dialami oleh korban, dimana dampak tersebut akan terus dibawah oleh mereka seumur hidupnya.
Banyak ketidakpuasan dari korban terhadap Putusan-Putusan hukum yang dijatuhkan terhadap pelaku, dimana korban menganggap hukuman yang diterima pelaku sangat ringan dari pada apa yang sudah dia lakukan terhadap korban, dilain pihak jika korban kebertan atas putusan hakim, mereka tidak bisa mengajukan kebertannya tersebut dan majelis hakim juga tidak pernah menanyakan kepada korban puas atau tidak dengan putusan tersebut, dan hasil putusan dari proses persidanganpun jarang diinformasikan jaksa kepada korban ataupun keluarga.

Adapun cara-cara yang hendaknya dilakukan para orang tua, untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual pada anak yakni :

1. Orang tua membuka komunikasi dan menjalin kedekatan emosi dengananak-anak. Dengan cara menyempatkan diri untuk bermain bersama anak-anak dan menemaninya di setiap kesempatan yang ada.

2. Orang tua disarankan memberikan pengertian kepada anak-anak tentangtubuh mereka dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh orang lainterhadap bagian tubuhnya. Misalnya, anak diberi pengertian bahwa kalauada orang lain yang mencium misal di pipi harus hati-hati karena itu tidak diperbolehkan, apalagi orang lain itu yang tidak dikenal.

3. Kenalkan kepada anak perbedaan antara orang asing, kenalan, teman,sahabat, dan kerabat. Misalnya, orang asing adalah orang yang tidak dikenal sama sekali. Terhadap mereka, si anak tak boleh terlalu ramah,akrab, atau langsung memercayai. Kerabat adalah anggota keluarga yangdikenal dekat. Meski terhitung dekat, sebaiknya sarankan kepada anak untuk menghindari situasi berduaan saja.

4. Jika sang anak sudah melewati usia balita, ajarkan bersikap malu bilatelanjang. Dan, bila sudah memiliki kamar sendiri, ajarkan pula untuk selalu menutup pintu dan jendela bila tidur.

Realitasnya, kekerasan seksual terhadap anak bisa jadi jauh lebih tinggi dari angkadi atas. Harus diingat, kekerasan dan pemerkosaan adalah hal yang sensitif, sulitdiungkapkan atau dibuktikan. Tak ubahnya gunung es yang dari permukaan air seringkali hanya terlihat puncaknya, data kasus perkosaan yang tercatat barangkalihanya mewakili sebagian kecil dari realitas yang sesungguhnya. Kekerasanseksual pada anak seringkali meninggalkan bekas traumatis yang sulitdihilangkan. Sehingga benar-benar diperlukan peran danusaha penanggulangan kejahatan dari berbagai pihak dalam penanggulangan kekerasan dan pelecehan seksual pada anak. yakni bersifat represif yangmenggunakan sarana penal, yang sering disebut sebagai sistem peradilan pidana(criminal justice system)

Bila kita menangani sebagai guru, apa yang bisa kita lakukan ?

Tugas konselor
1. Terapi jangka pendek 6 bulan
2. Terapi jangka panjang 2 tahun
3. Intervensi responsive

Langkah yang harus diambil
1. Memastikan anak tidak sakit atau dalam bahaya
2. Fungsi utama mendengarkan
3. Mencerminkan perasaan dan maknanya
4. Bersikap santai, tidak panic dan tidak shock dengan cerita yang didengarkan
5. Meyakinkan anak bahwa situasi itu bukan salhnya
6. Meminta persetujuan untuk memberitahukan pihak lain yang mungkin bias membantunya
7. Meyakinkan anak bahwa konselor akan melindungi

Tindakan konselor
1. Bukan investigasi tapi hanya intervensi responsive
2. Bekerjasama dengan komnas anak, polisi, psikolog

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun