Khilafah Memang Beda!
Oleh : Yulida Hasanah*
Sejarah telah menjadi saksi bagaimana manusia di dunia pernah hidup dalam  negara dengan berbagai jenis sistem kepemimpinan atau pemerintahan yang menaunginya. Contohnya saja negara dengan sistem pemerintahan kerajaan, di mana  sistem ini memberikan keistimewaan dan hak-hak khusus kepada sang raja yang tidak dimiliki oleh seorangpun dari individu rakyat.Â
Dan hal itulah yang menjadikan sang raja berada di atas Undang-undang. Artinya, raja tetap tidak tersentuh hukum meskipun ia berbuat buruk atau zalim. Negara yang masih menjadikan sistem pemerintahan kerajaan sampai hari ini adalah Arab Saudi, Brunai dan Oman.
Selain kerajaan, ada juga sistem pemerintahan yang saat ini masih dianut oleh beberapa negera yang ada di dunia, yaitu sistem republik. Republik merupakan sistem pemrintahan yang pertama kali muncul sebagai reaksi praktis terhadap penindasan sistem kerajaan (monarki).Â
Hal ini disebabkan karena raja dalam sistem monarki memiliki kedaulatan dan kekuasaan sehingga ia memerintah dan bertindak atas negeri dan rakyatnya sesuai dengan kehendaknya (otoriter). Â
Maka, sistem republik ingin menjadikan kedaulatan dan kekuasaan dipindahkan ke tangan rakyat, dan inilah yang disebut dengan demokrasi. Walhasil, rakyatlah yang kemudian membuat undang-undang, yang menetapkan halal-haram. Negara yang menganut sistem republik sampai hari ini adalah Amerika Serikat, Turki, dan termasuk Indonesia.
Rahim Demokras Melahirkan Penyakit Komplikasi
Tidak berlebihan jika penyakit komplikasi yang diderita umat Islam hari ini adalah akibat dari penerapan sistem politik demokrasi. Angka kemiskinan semakin tinggi menjadi penyakit akut yang mengenaskan di negeri kaya seperti Indonesia. Menurut dara BPS (Badan Pusat Statistik) saja, sampai tahun 2018 mencapai 25,95 juta orang degan memakai standar pengeluaran per kapita per bulan Rp. 401.220.Â
Hal ini sangat jauh dari fakta kemiskinan yang ada di lapangan, sebab banyak kalangan yang mengkritisi metode penghitungan jumlah penduduk miskin oleh BPS yang ternyata jika standar pengeluaran tersebut dibagi 30 hari, hasilnya hanya mencukupi kebutuhan satu kali makan sehari untuk satu orang saja, dan itu belum termasuk biaya listrik dan kebutuhan pokok lainnya. Jadi, setiap orang yanh sehari mampu makan 2 kali, maka tidak masuk kategori miskin versi BPS.Â
Jelaslah bahwa sebenarnya orang miskin di negeri ini masih sangatlah banyak melebihi jumlah versi BPS.