Mohon tunggu...
Yulia yusuf
Yulia yusuf Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati pendidikan dan penikmat sastra

guru

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Mengulik Janda Bolong (dari segi semantik kata)

25 Oktober 2020   01:30 Diperbarui: 25 Mei 2021   11:24 3346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Rondo Bolong" akhir-akhir ini menyita perhatian rakyat Indonesia. Kata "Rondo Bolong" atau bila dialih bahasa Indonesiakan menjadi "Janda Bolong" atau yang biasa disingkat "Janbol" saat ini tengah viral dan diburu banyak orang. Eit, tunggu dulu.

Pikirannya jangan macem-macem saat dengar istilah "Janda bolong" ya. Kata ini bukan merujuk pada kata Janda pada arti yang sesungguhnya, tetapi nama ini melekat pada salah satu jenis tumbuhan yang tengah menjadi primadona di kalangan pecinta tanaman Indonesia.

Nama yang sensasional itu mendongkrak penjualan daun yang bewarna hijau tua dan berlubang-lubang tengahnya. Lubang yang ada di daun bukan karena rusak atau buatan, tetapi memang original bentuk daunnya seperti itu. Makin oval lubangnya maka semakin mahal harga dari tanaman ini.

Saya mencoba browsing harga tanaman ini di beberapa toko online semisal tokopedia, ternyata untuk ukuran daun 15 cm-80 cm ada yang dibandrol 15 - 25 juta rupiah. Harga tersebut untuk satu lembar daun saja, bila satu tanaman berdaun empat, maka harganya bisa mencapai 80 - 100 juta rupiah.

Baca juga: Usaha Tanaman Hias: Janda Bolong dengan Manfaat Multiplier Effect

Wuiih... harga yang sangat fantastis untuk ukuran sebuah tanaman kecil. Saya jadi berpikir bahwa daun janda yang bolong lebih mahal daripada mahar pernikahan saya waktu saya masih gadis dan belum bolong... hahaha...

Bukan bentuk tanaman dari janbol ini yang menarik perhatian saya, karena memang saya bukan pecinta tanaman hias. Yang menarik justru penyebutan atau nama yang diberikan pada tanaman ini.

Nama asli tanaman ini adalah monstera adansonii variegated dari famili Araceae. Sebenarnya tidak terlalu sulit pelafalannya, secara morfologis "Monstera", tersusun dari 8 huruf, 3 vokal dan 5 konsonan. Pelafalannya terbagi dalam 3 suku kata yaitu "mons-te-ra", bagi lidah orang Indonesia, dua suku kata akhir yang bersuara vokal sebenarnya tidak sulit dilafalkan. 

Ada suatu referensi dari mana asal nama janda bolong yang fenomenal ini.
Yuzami, seorang peneliti dari LIPI mengungkapkan bahwa penamaan montera adansonii asalnya dari bahasa Jawa, yaitu Ron- dho (podho) - bolong. (CNNIndonesia, 6/10).

Dalam bahasa Jawa Kromo Inggil (tingkatan bahasa Jawa paling tinggi), kata "Ron" artinya daun (bila tingkat bahasa ngoko_bahasa Jawa level biasa_ daun disebut dengan godhong). Sedangkan kata "dho"  berasal dari kata "podho" (artinya sama). Dan kata "bolong" artinya lubang. Jadi kurang lebih artinya daun yang sama berlubang.

Baca juga: Ada Apa dengan Si Janda Bolong, Dark Lord, Alocasia, dan Serotonin?

Secara phisikologis orang menyukai sesuatu yang aneh sehingga mudah diingat. Maka pelafalan untuk Ron-dho-bolong pun akhirnya diucapkan tanpa spasi antar kata. Menjadi "Rondo Bolong" dan bila dibahasa Indonesiakan menjadi Janda bolong atau lebih ngetrendnya disebut dengan Janbol.

Seiring dengan viralnya tanaman ini, membuat penyebutan nama pun menjadi pro dan kontra di masyarakat. Sebagian merasa nama tersebut lucu dan seksi sedangkan sebagian merasa nama tersebut menjijikkan karena terkesan pelabelan negatif atas sebuah status sosial.

Bila ditinjau dari sudut semantik (ilmu makna) maka kata Janda Bolong termasuk dalam jenis makna Refleksi Piktorial. Kata yang bermakna piktorial biasanya kurang pantas digunakan karena dianggap tabu, berbau seks, kekerasan, hal yang menjijikkan dan dapat menyinggung perasaan pendengar atau pembaca.

Orang awam akan tanaman hias seperti saya misalnya, saat mendengar kata Janda bolong maka yang muncul pertama kali di otak pastilah gambaran tentang seorang wanita yang berstatus single dan ... nah loh, saya sendiri tidak kuasa mendiskripsikan "kebolongan" yang ada di otak saya dalam tulisan ini. Inilah yang dalam ilmu semantik disebut kata yang sebenarnya memiliki makna yang tabu untuk diucapkan.

Tetapi anehnya tidak hanya janda bolong yang muncul dan digunakan sebagai penamaan sebuah benda di masyarakat Indonesia.

Baca juga: Menghargai yang Unik, Mulai dari Ketapang sampai Janda Bolong

Ada kata bermakna piktoral lain yang muncul sejak dahulu kala dan masih digunakan saat ini, misalnya Rondo royal (nama jajanan), ko***l kambing (nama makanan), Pe** Gudiken (nama makanan), nasi kentut (nasi bungkus khas Sumatera utara), Kerupuk melarat (kerupuk asli Cirebon), Ko***l kejepit (jajanan Jawa), Ketupat Jemb*t (dari Semarang) dan banyak lagi lainnya.

Untuk tanaman hias monstera yang menjadi Rondo bolong atau Janda bolong yang harganya selangit, mengingatkan saya pada suatu iklan motor terkenal, "Honda selalu terdepan" yang kemudian kata Honda diplesetkan sebagian masyarakat dengan Janda. Mungkin ini juga yang membuat harga monstera mahal... karena selalu terdepan... hahaha...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun