Mohon tunggu...
Yulia yusuf
Yulia yusuf Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati pendidikan dan penikmat sastra

guru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Daring, Tidak Mati Karena Corona tapi Malah Mati di Tangan Ibu Sendiri

16 September 2020   00:52 Diperbarui: 22 Oktober 2020   20:58 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.google.com/search

Jangan menjadi wali murid yang terlalu responsif dan agresif dengan keluhan anak anda. Dari banyak kasus terlihat bahwa siswalah yang kurang disiplin atau melanggar peraturan sekolah. Teguran atau hukuman tersebut masih dalam koridor mendidik seorang anak.

Selama hukuman yang diberikan guru tidak mencederai secara fisik atau membahayakan nyawa anak, maka sebaiknya kita sebagai orang tua mendukung tindakan guru tersebut, karena tindakan guru biasanya diniatkan membentuk karakter, watak dan akhlak anak untuk menjadi lebih baik. 

Ada hal menarik yang saya temukan, saat mencoba searching di Google dengan pasword "Siswa meninggal dianiyaya guru", hasilnya saya menemukan dua artikel yang memberitakan siswa meninggal karena dianiyaya guru, tetapi yang melegakan, kejadian tersebut tidak terjadi di Indonesia, melainkan di Taiwan dan Pakistan. 

Sementara berita di Indonesia, didominasi judul "Guru meninggal dianiyaya siswa" dan "kriminalisasi terhadap profesi guru". 

Dan hari ini kita dikejutkan dengan berita seorang anak tewas dianayiya ibunya karena kesal anaknya tidak mengerti saat pembelajaran daring, ternyata baru kita sadari bila orang tua bisa lebih "ganas" saat menghadapi anak-anak ketimbang guru. 

Saat orang tua menjadi guru di rumah seperti saat pandemi ini, barulah merasakan bagaimana beratnya menjadi seorang guru yang mengajari anak untuk memahami materi atau mendisiplinkan anak atas suatu peraturan. Pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru di sekolah tetapi orang tua sangat berperan penting bagi pendidikan anaknya. Hakekatnya anak adalah pribadi yang lembut, karena itu didiklah anak dengan hati, singkirkan emosi dan kendalikan diri.

Seperti halnya orang tua dan guru, anak sebenarnya juga dalam kondisi mental yang stres, mereka sudah bosan di rumah dan ingin bersosialisasi dengan teman sekolahnya. Hal ini kadang tanpa disadari memunculkan protes anak secara tidak langsung atas pembelajaran moda daring dengan cara mogok belajar atau susah memahami materi.

Bila anak tidak mengerti akan suatu materi, ingatlah bahwa materi yang dianggap orang tua mudah itu karena kita sudah dewasa, logika kita sudah sempurna mencerna suatu masalah, sedangkan bagi anak, materi itu masih baru dan logika pemikirannya juga belum berkembang secara sempurna. 

Jangan menganggap anak adalah orang dewasa dalam wujud mini. Mereka tetap masih seorang anak yang tumbuh fisik dan phisikisnya sehingga tidak boleh ada trauma yang membuat satu tahap pertumbuhannya terganggu. 

Jangan terlalu keras pada anak, tetapi juga jangan terlalu lemah. Ibaratkan mendidik anak seperti kita bermain layang-layang di lapangan, saat layangan letoy terkena hembusan angin maka kita dengan sigap menarik benangnya agar layangan kembali terbang dengan baik tetapi bila benang layangan sudah terlalu menegang, waktunya kita mengulur benang agar layangan tidak putus dan terbawa angin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun