Mohon tunggu...
Yulia yusuf
Yulia yusuf Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati pendidikan dan penikmat sastra

guru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Tantangan Guru Menjadi "YouTuber Dadakan" Selama Proses Belajar dari Rumah

1 Mei 2020   09:15 Diperbarui: 1 Mei 2020   11:59 1443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kreativitas adalah kecerdasan untuk bersenang-senang" (Albert Einsten)

Entah berapa kali HPku nublek, jatuh ke depan dalam kondisi tengkurap (Jawa).

Hp itu saya letakkan di atas helm agar sejajar dengan wajah saya. Mestinya insiden HP nublek tidak akan terjadi bila saya menggunakan tripod. Semuanya akan berjalan lancar dan tentu saja lebih keren, 

Coba bayangkan seorang guru take video menggunakan tongkat berkaki tiga di hadapannya. Wuih,... pastinya saya sudah berasa jadi Ria ricis atau AHHA (Atta Halilintar) si YouTuber terkenal.

Pada saat teaching from home akibat wabah Corona seperti saat ini, membuat kami para guru harus memutar otak bagaimana cara menyampaikan materi pelajaran yang mudah dipahami siswa dan menarik.

Apalagi untuk pelajaran yang ora umum seperti bahasa Jepang. Siswa tidak bisa belajar hanya menggunakan media tulisan, atau Power Point biasa saja.

Media pembelajaran daring bahasa asing harus ada penyontohan berupa visual untuk mengetahui pelafalan yang benar. Penggunaan kosakata dalam kalimat pun perlu dipraktikkan, karena mempelajari bahasa asing hakikatnya adalah meniru. Meniru pelafalan, meniru gesture dan sebagainya.

Maka siapa yang menyangka, bila pagebluk membuat guru menjadi pengisi konten, vloger bahkan YouTuber. Tentu saja jangan dibayangkan bila konten yang disajikan para omar bakrie ini berisi prank-prank tidak jelas seperti para YouTuber terkenal dengan belasan juta suscribernya itu.

Anda jangan membayangkan pada saat take video, saya menggunakan kamera khusus semacam DLSR yang harga termurahnya setara 2 kali tunjungan profesi guru. 

Saya hanya menggunakan alat seadanya, kamera HP Samsung J7+ yang lensanya mulai buram karena pernah jatuh berkali-kali. Juga jangan dibayangkan bila saya dibantu asisten yang siap sedia untuk take atau pause video kapanpun saya mau.

Semua saya lakukan sendirian. Saya pasang kamera sendiri, saya atur jarak kamera dengan tubuh saya, kalau perlu disandarkan maka harus menyiapkan banyak ganjalan agar kamera bisa berdiri sempurna dan sungguh itu tidak mudah. 

Menata kamera sedemikian rupa, tidak terlalu jauh agar tangan masih bisa menjangkau tombol untuk take, pause dan stop, juga tidak terlalu dekat agar pipi saya yang tambem ini tidak semakin terlihat bulat dan menggemaskan di depan kamera.

Usaha keras itu rupanya membuat keponakan saya kasihan, dia berbaik hati meminjamkan tripodnya untuk dua hari. Luar biasa senang hati saya. Tetapi hanya dua hari saja, sekarang tripodnya sudah saya kembalikan dan lagi-lagi saya harus siap dengan insiden kamera nublek.

Tripod pinjaman (Dokumentasi pribadi)
Tripod pinjaman (Dokumentasi pribadi)
Corona mengubah segalanya, mengubah sesuatu yang biasa menjadi tidak biasa dan mengubah yang tidak biasa menjadi luar biasa. Mungkin inilah yang dimaksud Ibnul qayyim al-jauziyyah dalam bukunya zaadul ma'ad yang mengungkapkan bahwa selalu ada hikmah di balik musibah. 

Inilah hikmahnya, guru yang sebelumnya identik dengan sebuah profesi konvensional dituntut berubah menjadi profesi yang multitalent, melek IT dan kekinian. Ternyata guru juga bisa menjadi YouTube, bukankah memang "iso iku mergo kulino" (bisa itu karena terbiasa).

Untung rata-rata guru pintar bicara, sehingga take video hanya saya ulangi 5 kali saja.

Haaa...!! 5 kali diulang-ulang?.. 

Yup, begitulah. Guru tidak pernah belajar secara khusus tentang public speaking, guru juga bukan artis sinetron yang kamera face. Jadi 5 kali diulang dalam pengambilan video masih saya anggap wajar. Ada perasaan tegang, nervous yang intinya adalah tidak percaya diri.

Saya minder bicara di depan kamera, saya tahu bahwa nantinya video ini akan saya unggah di YouTube dan bisa dilihat banyak orang di luar sana. Bahkan orang-orang yang tidak saya kenal juga dapat melihat video ini. Tidak boleh dong, ada kekurangan yang terlalu mencolok.

Hijab harus tetap tegak tanpa letoy, baju tidak boleh lecek, lipstik tidak boleh terlalu merah dan ekspresi muka juga tidak boleh berlebihan. Mengapa demikian? Hal tersebut harus saya lakukan untuk menunjukkan personal branding saya sebagai guru yang profesional, rapi dan tidak lebay. 

Satu video, dua video, tiga video, tidak terasa wabah Corona benar-benar membuat saya produktif sebagai pembuat konten pendidikan. Tidak salah bila saya bermimpi suatu saat nanti bisa mempunyai banyak subscriber dan menjadi pengisi konten terkenal.

Para YouTuber saat ini banyak yang terkenal karena konten-konten ngeprank keterlaluan yang kadang memancing emosi dan melecehkan orang lain. Konten pendidikan yang bermanfaat mestinya bisa lebih booming daripada konten tidak jelas yang riwa-riwi di you tube saat ini.

Sudah saatnya para guru menunjukkan "taringnya". Corona mengajarkan kita berani melakukan hal baru yang out of the box. Corona juga memaksa guru untuk berkreasi secara cerdas dan menyenangkan.

Suatu saat nanti, bila saya sudah bisa membeli tripod dan tongkat berkaki tiga tersebut dengan gagah menyangga kamera DLSR terbaru saya, maka dengan lantang saya akan berteriak "Hey Corona, because of you, Now I'm a teacher and I'm a YouTuber too"

"Baiklah, sebelum saya akhiri jangan lupa klik tombol subscribenya guys, karena subscribe itu gratis gratis, ga ada ruginya kalian tekan tombol subscribe. Enjoy...!!!", bagaimana?, sudah mirip AHHA belum?... hahaha...



Salam takdhim
_Yulia yusuf_

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun