Semua saya lakukan sendirian. Saya pasang kamera sendiri, saya atur jarak kamera dengan tubuh saya, kalau perlu disandarkan maka harus menyiapkan banyak ganjalan agar kamera bisa berdiri sempurna dan sungguh itu tidak mudah.Â
Menata kamera sedemikian rupa, tidak terlalu jauh agar tangan masih bisa menjangkau tombol untuk take, pause dan stop, juga tidak terlalu dekat agar pipi saya yang tambem ini tidak semakin terlihat bulat dan menggemaskan di depan kamera.
Usaha keras itu rupanya membuat keponakan saya kasihan, dia berbaik hati meminjamkan tripodnya untuk dua hari. Luar biasa senang hati saya. Tetapi hanya dua hari saja, sekarang tripodnya sudah saya kembalikan dan lagi-lagi saya harus siap dengan insiden kamera nublek.
Corona mengubah segalanya, mengubah sesuatu yang biasa menjadi tidak biasa dan mengubah yang tidak biasa menjadi luar biasa. Mungkin inilah yang dimaksud Ibnul qayyim al-jauziyyah dalam bukunya zaadul ma'ad yang mengungkapkan bahwa selalu adaInilah hikmahnya, guru yang sebelumnya identik dengan sebuah profesi konvensional dituntut berubah menjadi profesi yang multitalent, melek IT dan kekinian. Ternyata guru juga bisa menjadi YouTube, bukankah memang "iso iku mergo kulino" (bisa itu karena terbiasa).
Untung rata-rata guru pintar bicara, sehingga take video hanya saya ulangi 5 kali saja.
Haaa...!! 5 kali diulang-ulang?..Â
Yup, begitulah. Guru tidak pernah belajar secara khusus tentang public speaking, guru juga bukan artis sinetron yang kamera face. Jadi 5 kali diulang dalam pengambilan video masih saya anggap wajar. Ada perasaan tegang, nervous yang intinya adalah tidak percaya diri.
Saya minder bicara di depan kamera, saya tahu bahwa nantinya video ini akan saya unggah di YouTube dan bisa dilihat banyak orang di luar sana. Bahkan orang-orang yang tidak saya kenal juga dapat melihat video ini. Tidak boleh dong, ada kekurangan yang terlalu mencolok.
Hijab harus tetap tegak tanpa letoy, baju tidak boleh lecek, lipstik tidak boleh terlalu merah dan ekspresi muka juga tidak boleh berlebihan. Mengapa demikian? Hal tersebut harus saya lakukan untuk menunjukkan personal branding saya sebagai guru yang profesional, rapi dan tidak lebay.Â
Satu video, dua video, tiga video, tidak terasa wabah Corona benar-benar membuat saya produktif sebagai pembuat konten pendidikan. Tidak salah bila saya bermimpi suatu saat nanti bisa mempunyai banyak subscriber dan menjadi pengisi konten terkenal.