Di tengah kemajuan pesat teknologi saat ini, kita dihadapkan pada tantangan besar yang tidak hanya mengubah cara kita berinteraksi, tetapi juga cara kita memahami manusia itu sendiri. Dalam konteks ini, filsafat ilmu yang berkembang dalam peradaban Islam memberikan perspektif yang berharga untuk merenungkan hubungan antara kecanggihan teknologi dan fenomena dehumanisasi.
Peradaban Islam, yang menekankan pentingnya ilmu pengetahuan dan etika, berakar pada pemikiran bahwa ilmu harus digunakan untuk meningkatkan kehidupan manusia dan memperkuat hubungan sosial. Namun, ketika teknologi semakin canggih, kita sering kali melihat sisi gelap dari inovasi tersebut: dehumanisasi. Hal ini terjadi ketika manusia diperlakukan sebagai objek atau alat dalam sistem yang lebih besar, kehilangan nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya mendasari interaksi sosial. Bahkan lebih dari itu, kcanggihan teknologi menimbulkan Upaya menciptakan jenis makhluk hidup baru atau kehidupan baru melalui rekayasa genetika, seperti system cloning. Jika kloning manusia dilakukan, individu yang dikloning mungkin dipandang sebagai "salinan" dan kehilangan nilai kemanusiaan uniknya. Ini dapat menyebabkan persepsi bahwa manusia dapat diperlakukan sebagai objek atau produk, bukan sebagai individu dengan martabat. Contoh lainnya, Modifikasi Genetik untuk Desain Bayi. Praktik seperti "designer babies" (bayi yang didesain) dapat menciptakan hierarki di masyarakat berdasarkan karakteristik genetik yang diinginkan, seperti kecerdasan atau penampilan fisik. Ini dapat menyebabkan diskriminasi terhadap individu yang tidak memenuhi standar tertentu, mengurangi nilai intrinsik setiap manusia. Jika ini dibiarkan, maka perkembangan kecanggihan teknologi selain menyebabkan dehumanisasi, juga berdampak memutus hubungan antara manusia dengan realitas yang lebih tinggi atau Tuhan, menyebabkan terjadinya despiritualisasi
Hal diatas bertentangan dengan perspektif agama Islam, semua ilmu pengetahuan bersumber pada Allah SWT, yang diketahui oleh manusia melalui wahyuNya yang tercantum dalam kitab suci AlQur"an. Sebagai sumber pengetahuan yang utama sesungguhnya Al-Qur"an telah memberikan banyak informasi dan petunjuk mengenai cara manusia memperoleh ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu dalam tradisi Islam mengajarkan kita bahwa pengetahuan dan teknologi harus dilandasi oleh nilai-nilai moral dan etika. Tokoh-tokoh seperti Al-Farabi dan Ibn Sina menekankan pentingnya tujuan akhir dari ilmu, yaitu untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan manusia.
Penting bagi kita untuk kembali merujuk pada nilai-nilai yang diajarkan oleh peradaban Islam. Dalam menghadapi tantangan dehumanisasi ini, kita perlu mengintegrasikan filsafat ilmu dengan perkembangan teknologi, sehingga setiap inovasi yang dihasilkan dapat mendukung kesejahteraan manusia secara menyeluruh. Ini adalah panggilan untuk refleksi mendalam tentang bagaimana kita dapat menggunakan teknologi sebagai sarana untuk mengangkat harkat manusia, bukan justru merendahkan martabatnya.
Dengan demikian, filsafat ilmu dan peradaban Islam dapat menjadi panduan dalam menavigasi dunia yang semakin kompleks ini, memastikan bahwa kemajuan teknologi tidak mengorbankan esensi kemanusiaan kita. Dalam setiap inovasi, mari kita tanyakan: apakah ini mendekatkan kita pada tujuan luhur kita sebagai manusia? Jika jawabannya tidak, maka sudah saatnya kita merefleksikan kembali arah perkembangan teknologi yang kita pilih.
Oleh Yulia Yesti, M.Si
Mahasiswa Prodi S3 ilmu Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta
Dosen Prodi Farmasi Universitas Fort De kock, Bukittinggi -- Sumatera Barat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H