Mohon tunggu...
Yulia Wulandari
Yulia Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Semangat, pasti bisa!!!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aji Mumpung di Tengah Pandemi

26 November 2021   19:55 Diperbarui: 26 November 2021   19:55 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada awal tahun 2020, Dunia diporak- porandakan oleh wabah virus mematikan yang disebut dengan virus covid-19 (Corona). Indonesia merupakan salah satu negara yang terdampak oleh wabah tersebut. Wabah Covid-19 masih berlangsung pada tahun 2021 bahkan sampai saat ini. Banyak Akibat yang timbul karena wabah tersebut. Seperti halnya di Indonesia, kesejahteraan masyarakat terenggut secara cuma- cuma. Pekerjaan, Pendidikan, tempat umum banyak yang dihentikan sementara hanya demi menjaga kesehatan bersama. Hal itu menyebabkan pengangguran dan menurunnya perekonomian baik negara maupun masyarakat.

Untuk mengurangi beban masyarakat, Pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan memberikan dana bansos baik berupa uang maupun bahan pokok kepada masyarakat yang terdampak covid-19. Namun, dibalik semua itu masih ada saja pihak yang memanfaatkan uang bansos demi kepentingan pribadinya. Pelaku tersebut berasal dari pemerintahan sendiri yang dengan tega melakukan korupsi besar- besaran. 

Semua masyarakat tahu, korupsi merupakan sebuah perbuatan yang benar- benar merugikan negara dan juga masyarakat. Sampai saat ini, tidak ada penanganan yang serius dalam korupsi. Bahkan, Korupsi bisa dijadikan kebiasaan yang dilakukan oleh banyak lembaga pemerintahan. Mereka memanfaatkan kelebihan jabatan untuk menyengsarahkan kebahagiaan masyarakat dan juga negara.

Seperti yang terjadi Pada 6 Desember 2020, KPK menetapkan Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020. 

Dilansir dari JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara dituntut membayar kerugian negara dengan pidana pengganti sebesar Rp 14.597.450.000 subsider 2 tahun penjara. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai Juliari terbukti memerintah dan menerima fee pengadaan paket bantuan sosial (bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek 2020 dari dua anak buahnya Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 11 tahun dikurangi selama terdakwa berada didalam tahanan, dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (28/7/2021).

Dalam perkara ini jaksa menilai Juliari telah melanggar Pasal 12 huruf (b) Jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Dalam perkara ini diduga Juliari menerima uang fee pengadaan paket bansos Covid-19 wilayah Jabodetabek tahun 2020 sebesar Rp 32,48 miliar.

Uang tersebut diterima Juliari dari berbagai perusahaan vendor penyedia paket bansos. Majelis hakim telah memvonis dua penyuap Juliari yaitu Direktur Utama PT Tigapilar Ardian Maddanatja dan pengusaha bernama Harry Van Sidabukke. Keduanya dijatuhi hukuman selama 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

Tindakan tersebut sangat menyimpang terhadap nilai-nilai keadilan dalam pancasila. Bentuk vonis hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku korupsi sama sekali tidak setimpal dengan tindakan yang mereka lakukan sebagai seorang pejabat negara. Mereka yang seharusnya bertugas memegang amanat, malah melakukan hal yang tidak terpuji. Kurangnya keadilan terhadap vonis hukuman yang diterima oleh pelaku, tidak membuat mereka takut. Oleh karena itu, banyak para pelaku yang merasa tidak bersalah telah melakukan tindak korupsi. Seolah mereka mengetahui hukaman apa yang akan mereka dapatkan.

Hukuman yang mereka terima, tidak akan membuat mereka jera, karena hukuman yang akan mereka dapatkan tidak sesuai dengan uang mereka dapatkan. Mereka mendapatkan uang yang bermiliar-miliar, sedangkan hukuman yang mereka dapatkan berupa hukuman ringan. Bahkan hukuman tersebut ditak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kasus lain yang sering terjadi dikalangan menengah kebawah. Karena itu, hukum di Indonesia tidak menjunjung nilai-nilai keadilan didalam pancasila, yang sering membuat keputusan vonis hukuman pelaku kejahatan tidak setimpal.

Keadilan terhadap hukum di Indonesia harusnya ditegakkan, dan dijalankan sebagaimana mestinya. Agar dapat mencegah hal seperti korupsi. Dengan menjatuhkan vonis hukuman sesuai tindak pidana pelaku, bukan karena keadaan ekonomi dan jabatan pelaku. Mulai hilangkan kebiasaan suap menyuap terhadap aparat hukum karena jika kita sebagai masyarakat juga ikut melakukan hal tersebut sama saja mendukung seseorang untuk melakukan korupsi. Lantas kapan korupsi di Indonesia akan hilang dan keadilan dapat ditegakkan. Mari jadi masyarakat yang bijak dalam berprilaku agar tidak merugikan kita sendiri.

Rujukan

Kompas.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun