Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat kesadaran hukum warganya. Semakin tinggi kesadaran hukum penduduk suatu negara, akan semakin tertib kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sebaliknya, jika kesadaran hukum penduduk suatu negara rendah, yang berlaku di sana adalah hukum rimba.
Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 disebutkan bahwa "Negara Indonesia adalah negara hukum." Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, hukum ditempatkan sebagai satu-satunya aturan main dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (supremacy of law).
Mengingat hukum hampir mencakup semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, maka sangatlah penting untuk meningkatkan pembangunan terhadap hukum sejalan dengan pembangunan terhadap masyarakat agar cita-cita hukum yang ingin dicapai dengan adanya bentuk negara hukum dapat tercapai dan hasilnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat secara adil dan merata tanpa terkecuali.
Hukum sengaja diciptakan dan dibuat oleh manusia (lembaga yang berwenang) untuk diberlakukan, dilaksanakan dan ditegakkan. Hukum yang tidak pernah dijalankan pada hakikatnya telah berhenti menjadi hukum (Satjipto Rahardjo, 1980). Hukum juga dibuat untuk ditegakkan, karena tanpa hukum, kehidupan masyarakat tidak akan berjalan dengan baik, masyarakat sendiri juga dibangun diatas fondasi hukum.Â
Setiap institusi juga berhubungan secara langsung dengan fondasi hukum. Pemberlakuan dan penegakan aturan hukum formal hendaknya memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup di dalam masyarakat, sehingga tercipta keselarasan, kerukunan dan kedamaian. Dengan demikian, keberlakuan suatu hukum (dalam wujud peraturan perundang-undangan) sangat dipengaruhi oleh aspek budaya yang tercermin dalam budaya hukumnya.
Hal yang sangat penting membangun budaya hukum termasuk di dalamnya membangun budaya antikorupsi sehingga terwujud kesadaran hukum sejak usia anak harus selalu menjadi prioritas.
 Tentunya banyak pihak yang harus berperan dalam hal ini, yaitu keluarga, sekolah/lembaga pendidikan, masyarakat dan pemerintah. Unsur-unsur inilah harus saling membantu dan bekerjasama bahu-membahu, karena ini bukanlah tugas yang mudah tapi bukan hal yang mustahil untuk diwujudkan.
Anak adalah generasi penerus bangsa, oleh karena itu anak sebagai pelajar tentunya harus bisa memahami dan menerapkan tentang arti pentingnya hukum. Di sekolah-sekolah, masih banyak pelajar yang melanggar peraturan-peraturan yang diterapkan, misalnya membolos sekolah, kurang disiplin, sering terlambat ke sekolah. Oleh karena itu pentingnya menumbuhkan kesadaran hukum di usia anak menjadi salah satu hal yang sangat penting untuk diupayakan.
Membangun budaya hukum masyarakat termasuk budaya antikorupsi harus dimulai dari pendidikan karakter kepada anak. Pendidikan karakter yang baik akan menghasilkan manusia yang bertanggung jawab, toleran, dan peduli dengan lingkungannya.Â
Pendidikan karakter kini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa, pendidikan karakter ini pun diharapkan mampu menjadi pondasi utama dalam mensukseskan Indonesia Emas 2045 yang dimaknai dengan kondisi negara yang maju, makmur, modern, madani, dihuni oleh masyarakat yang berperadaban.Â
Masyarakat yang beradab adalah yang mencintai ketertiban dan keharmonisan hidup bermasyarakat. Menumbuhkan kesadaran hukum sejak usia anak-anak sangat diperlukan. Anak merupakan generasi penerus bangsa, anak yang memiliki kesadaran hukum tinggi dapat memberikan kenyamanan dan kedisiplinan khususnya di sekolah dan pada umumnya di lingkungan masyarakat dan negara, yang pastinya juga menjadi generasi yang antikorupsi.
Bahwa pendidikan nasional menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini menjadi dasar hukum begitu pentingnya pelaksanaan pendidikan karakter pada anak.
Pendidikan karakter seperti nilai-nilai budi pekerti yang luhur (antara lain seperti religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab, dan lain-lain), serta nilai moral yang lainnya merupakan budaya hukum, karena budaya hukum merupakan sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya, artinya bahwa hukum sebagai kaidah sosial tidak terlepas dari nilai (values) yang berlaku di dalam suatu masyarakat, bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat.Â
Dan pembangunan hukum tidak hanya dilihat dari sisi subtansi/peraturannya dan struktur hukumnya saja, tetapi juga yang harus perlu dibangun adalah sisi perilakunya, sisi nuraninya, membangun kembali kualitas moralnya seperti nilai-nilai kejujuran, pengendalian diri, rasa malu serta kepedulian sebagai ranah moral akan memberikan sumbangan yang kuat dalam membangun budaya hukum.Â
Bukan hal yang tidak mungkin, misalnya jika pendidikan karakter antikorupsi mulai dapat dilaksanakan sejak tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Karakter-karakter antikorupsi yang diutamakan untuk dikenal dan dihayati sejak usia dini diantaranya adalah kejujuran, disiplin, kerja keras, tanggung jawab, dan rendah hati. Â
Jika nilai-nilai itu disampaikan sejak usia dini, nilai-nilai tersebut akan lebih efektif dan menjadi bagian dari diri seseorang, bukan hanya pengetahuan semata. Ini berguna untuk membangun manusia Indonesia yang antikorupsi mulai sejak dini. Tidak hanya bersifat instan dan temporal seperti yang terjadi sekarang.
Oleh karena itu, terdapat berbagai upaya yang dilakukan untuk menanamkan pendidikan karakter pada anak dalam rangka membangun budaya hukum masyarakat antara lain meliputiÂ
1) pembentukan pendidikan karakter harus dimulai dari keluarga karena membangun karakter anak di dalam keluarga adalah langkah awal dalam pembudayaan hukum;Â
2) adanya keteladanan bagi anak dari para orangtua, pemimpin, dan guru akan nilai-nilai karakterÂ
3) pendidikan karakter di lingkungan sekolah harus mulai diterapkan dan dibiasakan dalam bentuk proses pembelajaran yaitu melalui proses penyadaran dan pembiasaan kepada peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan keagamaan/kerohanian, penyuluhan nilai-nilai budi pekerti dan moral, serta penyuluhan hukum yang dilakukan secara intensif dan berkesinambungan;Â
4) pengembangan pendidikan karakter dilakukan melalui pemanfaatan kearifan lokal seperti permainan anak-anak, cerita, dongeng, kisah atau sejenisnya, karena dunia anak usia dini adalah bermain dan kesenangan, sehingga penanaman nilai dan stimulasi yang dilakukan tentu harus dengan strategi yang menyenangkan bagi anak, seperti bermain dan bercerita. Jadi dengan menanamkan nilai-nilai karakter sejak usia dini, maka akan terpatri dan mengakar kuat di hati sanubari sang anak, seperti pepatah mengatakan "bagaikan mengukir di atas batu".Â
Menuju Indonesia yang "bebas dari korupsi" memang bukan hal yang mudah, tetapi dengan semangat dan komitmen yang kuat, maka hal tersebut bukan sesuatu yang mustahil untuk dicapai. Mari Kita Membangun Budaya Hukum Antikorupsi Sejak Dini !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H