Mohon tunggu...
Yulia Salsabila
Yulia Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa universitas airlangga

antropologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Suku Ovimbundu: Suku Bilineal Dunia

7 Juli 2022   11:09 Diperbarui: 7 Juli 2022   11:21 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ovimbundu merupakan suku yang mendiami dataran tinggi Benguela di wilayah barat tengah Angola Afrika. Tinggal di dataran tinggi menyebabkan penduduk ovimbundu berorientasi kepada pertanian dan gembala ternak sebagai mata pencaharian utama hidupnya (McCulloch, 1952). 

Tanaman yang sering dikembangkan dalam pertanian mereka antaranya adalah jagung yang juga menjadi makanan pokok. Masa penanaman jagung dimulai pada masa awal musim penghujan sekitar bulan September, teknik penanaman masih menggunakan tangan. Disela sela menunggu tumbuhnya jagung mereka juga akan menanam kacang kacangan. 

Dalam urusan binatang ternak beberapa jenis hewan yang banyak dipelihara yaitu sapi, kerbau, babi dan juga ayam. Selain diambil daging dan susunya, hewan seperti kerbau juga dimanfaatkan sebagai sarana transportasi untuk menarik kereta. Hewan ternak merupakan harta yang berharga bagi masyarakat Ovimbundu. 

Ternak dapat digunakan sebagai sarana untuk melunasi hutang selain itu dalam pesta pesta ovimbundu juga banyak disediakan daging kerbau (McCulloch, 1952). Dalam hal lain, pertukaran ternak juga berfungsi sebagai mahar dalam upacara pernikahan.

Mereka dipimpin oleh beberapa kerajaan antaranya Ndulu yang dikenal sebagai kerajaan pertama dari ovimbundu. Kemudian dilanjutkan oleh kerajaan Bailundu hingga di abad 18 haru menyerah terhadap Portugis setelah serangkaian perlawanan dari pemimpin adat Ovimbundu. 

Selain bertani dan menggembala ternak, masyarakat ovimbundu juga dikenal sebagai bangsa yang pandai berdagang. Hal ini ditengarai oleh peristiwa di ilegalkannya perdagangan budak, membuat masyarakat ovimbundu mencari komoditas lain untuk diperjual belikan. 

Dengan karavan karavan dagang, masyarakat ovuimbundu menjelajahi sungai kongo untuk menawarkan barang berharga mereka yaitu gading gajah dan juga lilin yang terbuat dari sarang lebah (McCulloch, 1952). Kemudian mereka juga menjajakan karet dalam barang bawaan mereka. Mereka juga membangun kota kota pusat perdagangan sebagai tempat transit yaitu Bailundu dan Viye. 

Sistem perdagangan karavan Ovimbundu sangatlah terorganisir. Sebelum berangkatnya karavan dagang, terlebih dahulu akan dilakukan ritual yang dipimpin oleh kepala desa. 

Dalam ritual ini tengkorak kepala desa terdahulu akan diletakkan dalam sebuah kotak yang dihiasi oleh kulit kerbau yang kemudian diberikan percikan darah hewan yang dikorbankan. Kemudian kepala desa akan berdoa untuk mengharapkan perjalanan yang aman. Dalam karavan dagang selalu disertai dengan satu orang tabib dan satu orang suci yang bertujuan untuk memberkahi perjalanan (Edwards, 1962). 

Selain itu para pemimpin suku juga mulai membuat perjanjian perdagangan dengan kelompok lain guna membentuk jalan perdagangan yang sempurna. Namun kejayaan dari perdagangan ovimbundui ini perlahan musnah ketika tahuan 1904 dibangunlah sebuah jalan kereta api yang memudahkan berpindahnya komoditas dari satu tempat ke tempat lain.

Bahasa yang digunakan masyarakat Ovimbundu merupakan bagian dari keluarga bahasa Ambo-Herero yang banyak dituturkan di wilayah selatan Bantu. Persebaran bahasa Ovimbundu ini juga ditengarai sebagai akibat majunya perdagangan karavan di wilayah Vyre. Hal tersebut menyebabkan dewasa ini bahasa Ovimbundu juga digunakan oleh etnik lokal sekitar seperti Nganda dan Hanya. 

Dalam suku ovimbundu sistem kekerabatan disebut sebagai epata atau juga ditranslasikan menjadi hubungan darah. Tiap epata ini kadang tinggal dalam satu desa yang sama dan dihubungkan baik melalui garis keturunan ibu maupun ayah. Dalam sistem epata ini tidak membedakan baik melalui garis ibu maupun ayah melainkan siapapun yang masih satu garis keturunan melalui ibu atau ayah dimasukkan kepada satu epata yang sama (McCulloch, 1952).

Penerapan kekerabatan bilineal dapat dilihat mulai dari pembagian antara garis ibu dan garis ayah. Pada masyarakat ovimbundu keluarga dari garis ayah dikenal sebagai Oluse dan keluarga dari garis ibu dikenal sebagai Oluina. Semua keluarga dari kedua garis ini diakui sebagai garis keturunan. 

Oluse atau garis laki laki mendominasi desa tempat seorang ego bermukim, hal itu didasari karena dalam masyarakat ovimbundu pasangan yang sudah menikah akan tinggal dengan keluarga laki laki atau patrilokal. Sifat hidup yang tersentralisasi inilah yang membuat oluse banyak mewarisi tahta suksesi sebuah kepemimpinan desa. Pemimpin desa dalam oluse juga bertugas memimpin upacara keagamaan. 

Kemudian dalam garis keturunan ibu atau disebut Oluina cenderung hidup menyebar mengikuti arah dari pihak pasangan paternal mereka tinggal. Hal tersebut menyebabkan jumlah dari garis Oluina bersifat besar dan tidak terbatas (McCulloch, 1952). 

Untuk tetap menyatukan pihak Oluina atau ibu dalam satu garis kekerabatan maka akan ditunjuk sebagai kepala klan atau disebut sebagai ukulu wepata. Posisi kepala klan ini diraih oleh paman dari ibu dan diwariskan antar laki laki dalam keluarga Oluina. Seorang kepala klan dalam Oulina berperan penting dalam ritual keagamaan dan juga dalam negosiasi penting kehidupan keluarga (Hambly, 1934) .

Dalam sistem kekerabatan ovimbundu selain membagi garis keluarga ayah yaitu Oluse dan garis keluarga ibu atau Oluina, terdapat juga pembagian dalam segi penguasaan bidang bidang serta harta yang akan menjadi hajat hidup mereka. 

Garis ayah atau Oluse memiliki kepemilikan berupa tanah yang akan diwariskan melalui ayah kepada anak laki lakinya dan atau kakak kepada adiknya. Perayaan panen juga akan dilakukan oleh satu oluse mengingat mereka hidup dilingkungan yang sama.

Bila Oluse bertugas dalam pengelolaan tanah dan agrikultural keluarga. Pihak keluarga ibu atau Oiluna  juga memiliki peran yang lain yaitu dalam menjaga harta ternak keluarga. Pengembalaan ternak sepenuhnya akan diserahkan pada garis ibu dan terus diwariskan dari generasi ke generasi. Pengaturan ternak ini dilaksanakan oleh pemimpin klan dari Oluina. 

Selain itu pihak Oluina juga menguasai harta berupa barang yang dapat diperdagangkan kepada suku lain agar mendapat keuntungan (McCulloch, 1952). Singkatnya Oluse menguasai harta yang bersifat menetap seperti tanah dan juga pertanian sebagai isinya. Sedangkan Oluina mendapat tugas menjaga harta yang cenderung memiliki nilai likuiditas dan mobilitas yang tinggi seperti ternak gembala dan juga barang dagangan.

 Suku ovimbundu sangat menarik untuk dipelajari untuk menambah wawasan bagaimana suatu suku mengembangkan sistem kekerabatan terbaik sesuai kepribadian, kondisi masyarakat dan lingkungannya.  

Daftar Pustaka

Edwards, A. C. (1962). The Ovimbundu under two sovereignties: a study of social control and social change among a people of Angola. Published for the International African Institute by the Oxford University Press.

Hambly, W. D. (1934). Occupational ritual, belief, and custom among the Ovimbundu. American Anthropologist, 36(2), 157--167.

McCulloch, M. (1952). The Ovimbundu of Angola. International African Institute. https://books.google.co.id/books?id=7txBAAAAYAAJ

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun