Mohon tunggu...
Yulia Ratnasari
Yulia Ratnasari Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis

Simply Yulia, currently working as an executive during the day and painting and or writing during the night. You'll either find her wandering around the CBD looking at the moody sky or spacing out questioning life.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Hal yang Saya Pelajari di UNICEF: yang Ternyata Bukan Gombal

14 Desember 2017   11:56 Diperbarui: 14 Desember 2017   12:18 4610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di hari kedua, seorang pramugari berseragam Citilink lewat, saya stop karena ada target encounter dalam sehari. Orangnya murah senyum, rambut hitam bop, kulit kuning langsat, tidak terlalu tinggi tapi proposional, namanya Sinta. Ngomong-ngomong sebentar tentang UNICEF, sangat antusias dan atentif, dia qualified umur dan punya kartu kredit, presentasi, closing "100,000 per bulan atau 3,300 per harinya pasti mau yah buat bantu anak-anak? Pasti mampu, yah?"

"Saya sering limit, tapi saya usakan" katanya. Dan, closing. Wow.

100,000 rupiah per bulan = Starbucks dua grande = ngafe sekali = nonton premier sekali

Perbandingannya, 100,000 rupiah bagi mid-upper class lebih tidak berarti dibanding anggota strata bawah menengah dan bagi kita yang bekerja.

100,000 rupiah bagi self-made man lebih berharga daripada para highborn.

Mengapa? "Karena waktu kecil saya merasakan sulitnya makan dan membiayai sekolah. Sekarang saya lumayan mampu dan mau membantu, saya tahu rasanya susah", kata Sinta.

Tapi pada akhirnya, kita tidak bisa judge siapapun: ada orang yang tidak percaya pada NGO, pemerintahan, hukum dan agama. Mereka mengatakan gaji UN terlalu tinggi dan gaya hidupnya terlalu lavish. Banyak juga yang mau menyumbang tapi 100% harus ke anak-anak, tanpa ada proporsi ke biaya operasional. Tapi, sebuah organisasi bisa bernafas dan berkesinambungan hanya jika biaya operasional tercukupi.

Anyway, banyak orang berdandan kaya dan tidak kaya yang sadis, banyak juga yang sangat gencar mau menyumbang. Yang mau saya tekankan dan yang saya pelajari selama tiga hari sebagai staf UNICEF lapangan: kita bisa menilai orang dari bagaimana mereka memperlakukan, menanggapi orang yang tidak berarti, tidak selevel, dan tidak mempengaruhi hidup kita (pada kasus ini, saya, seorang sales pejuang hak anak-anak).

Istanbul Atatürk Airport,  24 September 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun