Dalam keragaman budaya dan kepercayaan yang menjadi ciri khas lingkungan kampus, tentu pentingnya kehalalan suatu produk makanan yang menjadi perhatian utama bagi pelaku bisnis kuliner. Mahasiswa, dosen, dan staf kampus berasal dari latarbelakang yang berbeda, termasuk agama dan keyakinan. Dalam artikel ini, kami akan mengukap pentingnya sertifikasi halal bagi pelaku bisnis kuliner di lingkungan kampus, dengan mempertimbangkan perspektif agama, bisnis, dan regulasi. Sertifikasi halal menjadi isu yang semakin menonjol dan perlu dikembangkan, mempengaruhi tidak hanya kepercayaan konsumen, tetapi juga keberlanjutan bisnis di lingkungan kampus. Sertifikasi halal merupakan proses memperoleh sertifikat halal melalui beberapa tahapan untuk membuktikan bahwa bahan, proses produksi, serta sistem jaminan halal sebuah produk telah memenuhi standar LLPOM MUI (Akim et al. 2018).
Untuk menjelajahi pentingnya sertifikasi halal dalam industri makanan, kami mengunjungi langsung warung Nasi goreng di kantin Rimbawan, yang dikelola langsung oleh pemiliknya yaitu Sulaiman atau yang akrab disapa Bang Emen (27 Tahun). Berikut adalah cuplikan wawancara kami:
"Seberapa penting sertifikasi halal pada suatu produk makanan (Nasi goreng), terutama bagi bisnis makanan anda?"
Jawaban dari Bang Emen di Warung Nasi Goreng: Sangat penting, karena dengan adanya sertifikasi halal akan meningkatkan daya beli dan kepercayaan konsumen kepada produk yang dijual. Kami percaya bahwa sertifikasi halal akan menjamin kehalalan produk kami baik itu dari segi bahan baku maupun proses produksi langsung ditempat yang bersih dan terpercaya.
Pertanyaan: " Apakah produk Bang Emen sudah mendapatkan sertifikasi halal? Jika iya kenapa dan jika tidak kenapa?"
Jawaban: belum, karena untuk pembuatan sertifikasi halal biaya yang dikeluarkan mahal dan sulit prosesnya. Tetapi sepertinya dari pemerintah akan memberikan kebijakan sertifikasi halal secara gratis kepada pelaku UMKM.
Pertanyaan: " Apakah dari proses pembuatan yang dilakukan Bang Emen sudah terjamin kehalalannya?"
Jawaban: Sudah pasti halal, karena dari bahan baku dibeli langsung dari toko yang sudah bersertifikasi halal. Namun bahan baku bumbu, daging ayam, dan bahan mentah lainnya belum, diusahakan membeli dari penjual yang beragama muslim agar terjaga kehalalanya. Selain itu, dalam lingkungan kampus sendiri, sudah melaksanakan pengecekan kebersihan dan kandungan gizi produk yang dijual oleh UMKM tersebut, dimana baik itu dari mahasiswa (Ilmu Gizi, FEMA) maupun pengurus kantor IPB pun sering mengambil sampel uji .
Dari wawancara dengan pelaku bisnis, kita dapat melihat bahwa dalam perspektif agama. Sertifikasi halal menjadi cara untuk memastikan bahwa makanan yang dijual telah memenuhi standar kehalalan yang diakui oleh agama Islam (Faridah 2019). Dengan memiliki sertifikasi halal, pelaku bisnis kuliner di lingkungan kampus dapat memperluas pangsa pasar mereka, tidak hanya menarik konsumen Muslim, tetapi juga konsumen non-Muslim yang juga mencari kepastian tentang kehalalan produk yang mereka konsumsi. Hal ini dapat berdampak positif pada penjualan dan keberlanjutan bisnis mereka. Hal ini akan menjadi tantangan yang memerlukan investasi waktu dan biaya tambahan untuk melakukan pemenuhan persyaratan sertifikasi halal. Namun, dengan adanya tantangan tersebut akan menjadi kesempatan untuk meningkatkan reputasi bisnis di lingkungan kampus dan mendapatkan kepercayaan konsumen yang lebih besar.
Dalam lingkungan kampus yang beragam seperti ini, penting bagi pelaku bisnis kuliner untuk memahami dan menghargai kebutuhan serta kepercayaan konsumen mereka. Dengan mengungkap pentingnya sertifikasi halal dari perspektif agama, bisnis, dan regulasi, kita dapat melihat bahwa kehadiran sertifikasi halal tidak hanya menjadi keharusan moral, tetapi juga merupakan langkah strategis yang dapat meningkatkan kualitas, kepercayaan, dan keberlanjutan bisnis kuliner di lingkungan kampus. Oleh karena itu, pelaku bisnis kuliner di lingkungan kampus perlu mempertimbangkan dengan serius untuk menerapkan sertifikasi halal dalam operasi mereka guna mendukung keberhasilan bisnis jangka panjang dan memenuhi harapan konsumen mereka.
Referensi:
Akim, Konety N, Purnama C, Adilla M. 2018. Pemahaman usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Jatinangor terhadap kewajiban sertifikasi halal pada produk makanan. Kumala: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. 1(1): 31-49.
Faridah HD. 2019. Sertifikasi halal di Indonesia: Sejarah, perkembangan, dan implementasi. Journal of Halal Product and Researdh. 2(2): 68-78.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H