Cerita  Fiksi.                                  Merak  menelan pil penenang terakhirnya.    Â
 Aku harus  berhenti,  ada penenang lain yang lebih manjur,  dia berkata sendiri.Â
Penenang yang mengisi kekosongan  hatinya, yang pandai memujinya di kala jam tidur hampir tiba,  pria yang akan dia rebut dari wanita  lain,  pasangan sah pria  itu. Â
Suaminya  bukan apapun  sekarang,  rasa sakit hati karena merasa diabaikan dan diacuhkan serta disalahkan atas tidak hadirnya buah hati  mereka,  menjadikan dirinya pendendam.Â
Lalu  pria lugu dan sukses bekas teman sekolahnya itu hadir,  diantara  hari terbarunya,  membuat gairah baru bagi hidupnya,  uang  yang berkibar dan hidup  dengan masa  depan  cerah,  selaiknya berkibar  di depan  matanya.Â
'Berapa  putrinya? "Tanya pria  itu dengan halus,  sangat  santun.Â
" Satu tapi  masih  kecil,  saya terlambat melahirkan,  yah tetapi  sukurlah  saya sangat bahagia"
"Wah hebat  sekali"
Sejak itu sang pria menemani hari-harinya dengan saling japri. Dia tidak ingin pria itu mengetahui seluruh kebenaran hidupnya.  Dia berhenti mengunjungi psikiaternya.  Dia tidak ingin pria itu tahu  dirinya  mengonsumsi obat depresi.
Kadang dia dan suaminya datang ke kampung untuk  menjenguk ayahnya dengan menyewa mobil mewah  untuk sekedar menunjukkan bahwa dirinya sukses dan bahagia,  padahal Merak tahu persis suaminya  memiliki selingkuhan dan  bersikap  seolah Merak  tak ada artinya.Â
Wa grup  teman lama itu  adalah kemenangannya.  Semua temannya tahu dia punya  butik di sebuah mal dan beberapa fashion  outlet,  seperti  kata dan ceritanya. Â