Mohon tunggu...
Feby Dwi Sutianto
Feby Dwi Sutianto Mohon Tunggu... -

a learner

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Bayar Makan sampai Memberi Angpao di Tiongkok, Semuanya Non Tunai!

7 Juli 2017   10:56 Diperbarui: 8 Juli 2017   15:46 4221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Pembayaran Layanan Bike Sharing Memakai Aplikasi

Layanan pembayaran non tunai atau non cash payment sangat mudah dilakukan di Tiongkok/China. Umumnya, pembayaran non tunai dilakukan dengan aplikasi ponsel pintar (smart phone) hingga kartu.

Pembayaran non tunai ini bisa dilakukan saat bertransaksi seperti membeli minuman di vending machine, membayar tagihan makanan di restoran skala kecil sampai restoran cepat saji, belanja di Pedagang Kaki Lima (PKL) sampai supermarket modern, makan di kantin kampus, membayar biaya tagihan taksi, hingga penggunaan sepeda berbasis aplikasi (bike sharing) yang sedang popular di China.

Foto: Pembayaran non tunai memakai ponsel
Foto: Pembayaran non tunai memakai ponsel
Untuk layanan pembayaran non tunai berbasis aplikasi di China, terdapat 2 provider yang sangat familiar yakni Alipay (Alibaba Group) dan WeChat (Tencent Holdings).

Selain menyediakan layanan pembayaran non tunai, aplikasi yang telah dipakai ratusan juta warga Negeri Tirai Bambu itu bisa juga digunakan untuk mendukung belanja online hingga mengelola produk investasi. Cukup bermodal smartphone, kita bisa men-download aplikasi yang ada di Alipay ataupun WeChat.

Sistem 'dompet digital' atau e-wallet yang diselenggarakan oleh penyedia jasa non bank ini juga telah diatur dan diawasi oleh Bank Sentral China, People's Bank of China (PBOC) sejak tahun 2010. E-wallet yang dikelola oleh penyedia jasa tersebut terkoneksi dengan rekening bank pemilik account sehingga setiap transaksi secara otomatis akan mengurangi saldo tabungan atau mengurangi deposit uang digital yang ada di aplikasi non tunai.

Lantas, bagaimana kondisi nyata pembayaran non tunai di Tiongkok?

Foto: Pembayaran Non Tunai di Restoran Cepat Saji
Foto: Pembayaran Non Tunai di Restoran Cepat Saji
PKL Lebih Suka Pembayaran 'Non Cash' dengan Scan Barcode
Untuk merasakan sensasi layanan non tunai. Pertama kali, saya mendatangi sebuah rumah makan muslim di dekat Xiamen University, Siming Campus, Kota Xiamen, Provinsi Fujian.

Di sini, saya bertemu dengan pengelola restoran bernama Muhammad Ilyas. Ia mengaku sudah 1.5 tahun menerima pembayaran non tunai. Pilihan pembayaran ditentukan oleh pelanggan restorannya.

"Kalau saya, bisa menerima pembayaran non cash dan tunai. Di sini masih banyak yang pakai cash. Kalau yang bayar pakai non cash biasanya warga sekitar (mahasiswa)," ujarnya.

Bila opsi pembayaran non tunai dipilih, pembeli cukup men-scan barcode yang tersedia di dekat kasir. Pembeli bisa memilih pembayaran memakai Alipay ataupun WeChat. Ketika transaksi sukses, pelanggan cukup menunjukkan hasil transaksi ke penjaga restoran.

"Saya tunggu dulu sampai pembeli menunjukkan kalau sudah bayar, atau saya cek di HP," tambahnya.

Sementara itu, Hong Ji Cai, PKL penjual buah di depan area kampus Xiamen University mengaku telah 2.5 tahun menerima layanan pembayaran non tunai. Ia tertarik bergabung karena saat itu banyak rekan-rekannya sesama PKL telah melayani pembayaran non tunai. Selain itu, para pembeli juga kerap bertanya mengenai pilihan pembayaran.

Foto: Beli minuman di vending machine pakai aplikasi di smart phone
Foto: Beli minuman di vending machine pakai aplikasi di smart phone
Saat akan membuka layanan non tunai, Hong tak mengalami kesulitan. Proses registrasi pembukaan account di Alipay dan WeChat, menurutnya sangat mudah dan tanpa embel-embel pungutan biaya.

"Saya sudah gabung sejak 2.5 tahun. Saya registrasi sendiri. Saya download sendiri aplikasinya (user friendly)," ujar Hong.

Rata-rata pembeli yang membayar non tunai, ujar Hong, adalah anak-anak muda seperti kalangan mahasiswa. Sedangkan, orang tua lebih suka membayar secara uang tunai. Bila disuruh memilih, Hong lebih tertarik pada pembayaran non tunai.

"Saya lebih suka orang bayar pakai non cash (WeChat atau Alipay) karena nggak perlu bingung cari uang kembalian," tambahnya.

Foto: PKL di China Lebih Suka Bayar Non Tunai
Foto: PKL di China Lebih Suka Bayar Non Tunai
Kantin Kampus Tidak Melayani Pembayaran Tunai
Budaya transaksi non tunai sangat terasa di lingkungan pendidikan di China, salah satunya di Xiamen University. Selama belajar di sini, mayoritas pembayaran dilakukan secara non tunai, seperti saat makan di kantin kampus.

Tidak ada transaksi tunai pada kantin kampus yang melayani mahasiswa. Saya pernah punya pengalaman, ketika pertama kali makan di kantin kampus. Saat makanan telah dipesan, kini giliran pembayaran.

Tak ada kasir, yang ada para mahasiswa menempelkan kartu ke mesin pembayaran. Saya kemudian mencoba melakukannya. Ternyata tidak berhasil. Dengan wajah bingung, kembali kartu ditempelkan pada mesin pembayaran namun gagal. Untung saja ada seorang senior yang melihat kepanikan saya, kemudian ia membayar makanan yang saya pesan menggunakan kartu mahasiswanya.

Dari sana, saya mencari tahu. Ternyata, kartu mahasiswa harus diaktifkan di bank untuk kemudian terkoneksi dengan rekening tabungan sehingga bisa dilakukan untuk transaksi di area kampus.

Pengisian saldo di kartu mahasiswa bisa menggunakan fasilitas mesin ATM khusus yang terpasang di beberapa sudut kampus seperti kantin atau bisa juga melalui layanan Alipay yang ada di smart phone.

Tak hanya di kantin, kartu mahasiswa juga bisa dipakai untuk belanja di minimarket kampus, membayar listrik di asrama hingga membayar jasa mesin foto copy.

Foto: 'ATM' untuk deposit hingga isi ulang pulsa listrik asrama
Foto: 'ATM' untuk deposit hingga isi ulang pulsa listrik asrama
Lupa Bawa Dompet, Bisa Bayar Lewat Hp
Manfaat layanan pembayaran non tunai juga dirasakan oleh warga asing di China. Michael, mahasiswa asal Afrika yang telah 2 tahun di China ini, mengaku sangat nyaman melakukan transaksi non tunai di Negeri Tirai Bambu.

Ia lebih mengandalkan pembayaran non tunai untuk setiap transaksi.

"Aku ke mana-mana kalau belanja pakai non cash di hp. Bisa pakai Alipay atau WeChat," ujar Michael.


Selain itu, ia tak perlu membawa uang tunai kemana-mana. Apalagi, ia tak pernah mengalami masalah seperti gagal bayar saat bertransaksi memakai layanan aplikasi non cash payment.

"Kadang saya malah kemana-mana nggak bawa uang cash. Karena dompet saya ada di dalam aplikasi HP," sebutnya

Bila lupa membawa dompet namun proses transaksi mengharuskan pembayaran tunai maka pria yang fasih berbahasa Mandarin ini cukup meminta tolong orang di sekitar lokasi. Orang di sekitar pembayaran bisa memberikan uang tunai, selanjutnya ia mentransfer kepada orang yang memberinya uang tunai memakai layanan e-wallet, Alipay atau WeChat.

"Kadang kalau mau beli tiket bus (BRT), misal harus cash. Saya bisa minta tolong orang di sekitar loket untuk bayar cash. Terus nanti saya bayar ke orang itu pakai transfer via non cash kayak Alipay. Jadi simpel sekali," tuturnya.

46 Miliar Angpao 'Online' Disebar Selama Imlek di China
Perkembangan teknologi pembayaran non tunai juga mempengaruhi tradisi pemberian Hongbao (orang Indonesia bisa menyebut angpao) saat perayaan Tahun Baru Imlek 2017 di China.

Huo Shasha, seorang mahasiswi China, mengaku dalam tradisi China, pemberian angpao diberikan oleh Ayah dan Ibu kepada anaknya atau Paman atau Bibi kepada keponakan ketika mereka melakukan silaturahmi.

Tradisi pemberian angpao juga bisa diberikan oleh anak yang telah bekerja dan berkeluarga kepada orang tua ketika bertemu saat perayaan Imlek. Pemberian angpao, dalam budaya China, biasa diberikan dalam bentuk uang tunai yang terbungkus dalam angplop berwarna merah. Kini, tradisi pemberian angpao bergeser berkat adanya layanan non cash payment.

Di kalangan anak muda China, pemberian angpao kini dilakukan antar teman di sekolah hingga tempat kerja. Pengiriman angpao kini bisa memakai menu layanan pada aplikasi pembayaran non tunai seperti Red Packets di WeChat.

Foto: Aplikasi Layanan Red Packet di WeChat
Foto: Aplikasi Layanan Red Packet di WeChat
Lanjut Shasha, ia bisa mengirim angpao online dengan variasi angka, yang susah dilakukan bila menggunakan uang tunai. Bila memakai Red Packets, ia bisa mengirim dengan variasi nominal minimal 0.01 RMB sampai maksimal 200 RMB (1 RMB = Rp 2.000).

"Saya sudah dianggap dewasa jadi sekarang sudah nggak dapet dari orang tua dan saudara. Tapi saya dapat Hongbao dari teman-teman. Semua ngirim pakai online bisa QQ atau WeChat," tuturnya.

Sebagai gambaran, WeChat mencatat selama minggu pertama perayaan Imlek 2017 (27 Januari-1 Februari) ada 46 miliar pengiriman angpao online memakai aplikasi Red Packets. Angka ini naik 43,3% dari tahun sebelumnya.

Layanan Red Packet yang mulai diluncurkan sejak 2014 ini, telah mengubah tradisi pengiriman angpao di kalangan anak muda China.

Belajar fenomena non cash payment di China, lantas bagaimana menurut Anda perkembangan pembayaran non tunai di Indonesia?


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun