Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu pekan, akhirnya rombongan warga asal Bali tiba di Quanzhou. Bayangan awal soal China yang hidup berkecukupan dan memiliki infrastruktur mumpuni sirna saat awal-awal menginjakkan kaki di dataran China.
"Sampai di sini, saya lihat orang asli China pakai celana dan baju biru tembelan banyak. Semua nggak pakai sepatu. Waktu saya berpikir kok begini Tiongkok, nggak sama kayak di film," ungkap pria berusia 83 tahun ini.
Selain kekecewaan, pria yang lahir dan besar di Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan ini, mengaku warga Kampung Bali kerap diolok-olok oleh warga Tiongkok. Meskipun warga Kampung Bali memiliki darah Tiongkok dan wajah mirip penduduk lokal, namun mereka masih dipandang sebelah mata.
Tak jarang, mereka terlibat perkelahian dengan penduduk asli China. Untung saja, warga Kampung Bali memiliki kemampuan bela diri.
"Kita sering pukulan (berkelahi) sama orang totok (lokal) sini. Kita nggak ngerti, apa-apa. Kita dimaki-maki sama orang Tiongkok. Belakangan beberapa bulan di sini, kita baru mengerti artinya, baru kita lawan mereka. Kita nggak takut, biar dikeroyok. Kita di Indonesia sering lihat film koboi, kita di Indonesia juga belajar silat," sebutnya.
Setelah itu, pihak keamanan mendatangi Kampung Bali. Pria dewasa diminta berkumpul untuk mengaku karena ada warga asli Tiongkok yang kalah berkelahi namun mengadu ke pihak Kepolisian. Dengan penuh canda, Lim Sin Eng di depan pihak keamanan memberi komando dalam Bahasa Bali agar tidak mengaku.
"Polisi datang malamnya, kita diminta kumpul untuk rapat. Kita ngomong dalam Bahasa Bali, do nyak ngaku (jangan mau mengaku), biar siapa yang mukul," kelakarnya.
Semenjak itu, warga lokal jarang yang berperilaku aneh terhadap penduduk Kampung Bali.
Selain penolakan, Lim Sin Eng mengaku susahnya kehidupan awal-awal di China. Mereka harus bekerja keras. Lim Sin Eng sendiri bekerja sebagai petani untuk bertahan hidup. Ia bahkan pernah merasakan makan nasi bercampur pasir.
"Tangan saya sampai keluar darah karena nggak pernah pegang pacul di Indonesia. Makan kurang, semua kurang. Memang nangis. Bukan sendiri tapi orang tua juga nangis. Kalau tahu gini di China, saya nggak mau pulang ke Tiongkok," kenangnya.