Harga minyak Brent tertinggi menyentuh angka US$ 56.34 pada 22 Februari 2017, namun harga ini tidak bertahan lama. Harga minyak kembali turun secara perlahan pada kisaran US$ 50 per barel. Untuk menaikkan harga, anggota OPEC dan non OPEC tampaknya harus 'memutar otak' mencari solusi agar harga minyak bisa kembali menanjak di level US$ 100 per barel.
Di luar hiruk pikuk perceraian diplomatik ini, Qatar yang tercatat sebagai anggota OPEC, memang bergantung pada sektor migas. Tercatat, sekitar 70% pendapatan Pemerintah Qatar bersumber dari sektor minyak dan gas.Â
Negara kecil yang berbatasan langsung dengan Saudi ini juga dikenal 'loyal' terhadap investasi. Qatar melalui perusahaanya juga menjadi sponsor pada klub-klub bola dunia khususnya di Eropa. Pada tahun 2022, Qatar akan menjadi tuan rumah Piala Dunia.
Tak hanya di olahraga, Qatar juga memiliki perhatian besar terhadap transportasi udara. Untuk bandara, Qatar memiliki Hamad International Airport. Bandara yang memiliki kapasitas daya tampung 50 juta penumpang per tahun ini menjadi titik penting atau 'hub' pergerakan pesawat komersial di dunia.
Sedangkan maskapainya, Qatar Airways dikenal 'doyan' belanja pesawat baru dari pabrikan Boeing dan Airbus. Qatar Airways sebagai maskapai ternama dunia memiliki ratusan pesawat varian terbaru seberti Airbus 350 XWB, Airbus 380, Airbus 320 Neo. Ada juga pesawat buatan pabrikan asal AS seperti Boeing 777 hingga Boeing 787 Dreamliner.
Bahkan menurut berita terkini, Pemerintah Qatar juga membeli pesawat tempur F-15 buatan AS senilai US$ 12 miliar atau setara Rp 158,95 triliun (asumsi US$ 1 = Rp 13.246). Pembelian pesawat tersebut sangat besar untuk sebuah negara yang berpenduduk 2,47 juta jiwa atau seperempat penduduk kota Jakarta.
Di Indonesia, Perusahaan asal Qatar juga menjadi pemegang saham terbesar di Indosat. Namun dari sisi investasi, kisruh Qatar dengan negara tetangganya tampaknya tidak terlalu berdampak signifikan ke investasi di Indonesia. Â Alasannya, realisasi investasi (Foreign Direct Investment) Qatar ke Indonesia bila merujuk angka realisasi investasi di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terlihat sangat kecil.Â
Pada tahun 2016, investasi asal Qatar hanya menduduki peringkat ke-118 dari 121 negara yang diumumkan oleh BKPM. Begitu pula pada realisasi Kuartal I-2017. Realisasi investasi langsung asal Qatar tidak masuk ke dalam daftar 93 negara yang menanamkan investasi di Indonesia.
Namun perlu dicatat, ada sekitar 43.000 Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja dan tinggal di Qatar. Bila kisruh diplomatik memburuk, maka akan ada pergerakan orang dalam jumlah besar kembali ke Indonesia sehingga Pemerintah Indonesia perlu mengantisipasi hal ini.