Selain itu, warga lokal juga dikenal toleran meskipun berbeda keyakinan. Rizal mengaku pernah mengikuti kegiatan pengabdian di salah satu kota di China. Saat jam makan, Ia menjelaskan bila dirinya seorang Muslim yang memiliki aturan soal makanan. Mereka bukannya cuek, justru mengalah.
"Saya kelas dua ikut relawan ngajar, ketika itu saya ngajar mereka pakai ayam, mereka bilang gini. Sekarang kalau masak ayam pakai ciu (minuman beralkohol) saya nggak makan, mereka mengalah. Ketika masak ayam, ada kayak hati, ternyata itu darah, saya nggak bisa makan. Mereka ngalah, dan kasih ayam goreng," ujarnya.
Mengajar Bahasa Indonesia ke Warga China
Selama belajar di China, mereka tidak hanya aktif di kegiatan akademik namun juga pada kegiatan ekstra kurikuler dan kegiatan pengabdian masyarakat. Rizal memilih menjadi relawan. Salah satu tugas sebagai relawan ialah mengajar Bahasa Indonesia dan memperkenalkan budaya Indonesia kepada pelajar lokal.
"Saya jadi ketua relawan ngajar, termasuk teman-teman bikin kegiatan mengajar Bahasa Indonesia dan budaya Indonesia," ujar Rizal.
Sedangkan Alwi aktif pada kegiatan seni, Drum Club, bersama pelajar lokal. Bermain seni tradisional China, membuat Alwi kerap tampil pada acara kampus hingga ikut pertunjukan seni di beberapa kota di China seperti Hong Kong, Beijing hingga Shenzhen.
"Saya pernah ke Hong Kong, Shenzhen, dan terakhir ke Beijing," ungkap Alwi.
Ni'mah termasuk pelajar yang lebih aktif. Ia menjadi pengurus kegiatan mahasiswa di kampus. Tak hanya itu, ia juga aktif pada kegiatan pelajar Indonesia di China. Bersama warga Indonesia keturunan Tionghoa, ia pernah bekerja sama menyelenggarakan acara pertunjukan seni dan budaya Indonesia bertajuk Wonderful Indonesia.
Bekerja Part Time: Jadi Badut sampai Penerjemah