Kewajiban Salat dan Pertanyaan Warga China
Setelah menginjakkan kaki di China tahun 2013, Ni'mah dan Rizal harus belajar pada negara yang mayoritas penduduknya bukan Islam. Ni'mah mengaku kerap dipandang dengan wajah penuh selidik oleh pelajar dan warga lokal karena dirinya memakai hijab. Kala itu, sangat jarang mahasiswi Muslim yang memakai hijab di kampusnya.
"Di Indonesia berhijab itu hal wajar tapi kalau di sini, jalan ke mana-mana dilihatin, apalagi yang berhijab di sini minim sekali, nggak kayak sekarang. Ini orang kenapa sih, tapi saya kemudian cuek saja," tuturnya.
Sebagai lulusan pondok pesantren, Rizal dan Ni'mah tetap menyempatkan untuk salat berjamaah meski kegiatan perkuliahan sangat padat. Di China, aktivitas keagamaan dilarang untuk dilakukan di luar tempat ibadah. Untuk menyiasatinya, mereka mencari lokasi sepi untuk salat berjamaah.
"Waktu salat itu ambil wudu, kemudian cari lantai kosong yang nggak ada orangnya kemudian sholat bareng. Ketika mulai salat, saya bilang tunggu-tunggu ada orang lewat, baru salat lagi," kata Rizal.
Sedangkan Alwi yang datang ke China tahun 2014, mengaku harus menjawab pertanyaan rekan-rekannya usai melakukan ibadah salat.
"Awal kumpul sama anak China, waktu lagi salat, saya lebih sering dilihat mereka. Pas awal-awal, mereka kaget pada ngapain melakukan gerakan ini itu, saya jelaskan bahwa saya harus salat setiap hari dan mereka terus mengerti," ujar Alwi.
Sistem Pendidikan Pesantren Membantu Beradaptasi
Budaya pendidikan di China yang keras karena banyak tugas dan ujian, ternyata bukan menjadi kendala bagi para santri asal Jawa Timur ini. Kendala awal memang penyesuaian Bahasa, namun berjalannya waktu hal tersebut bisa diatasi.