Mohon tunggu...
Feby Dwi Sutianto
Feby Dwi Sutianto Mohon Tunggu... -

a learner

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menelusuri Jejak Peradaban Islam di Kota Quanzhou

11 Juni 2017   11:23 Diperbarui: 8 Juli 2017   14:30 1706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Malam Kota Quanzhou (by Husein)

Kali ini, saya bersama beberapa teman mahasiswa Indonesia menelusuri jejak peradaban Islam di China. Lokasi yang dituju adalah Kota Quanzhou, Fujian, China. Untuk mencapai kota yang berada di pesisir selatan China ini, saya memakai kereta cepat dari Xiamen North Station menuju Quanzhou Railway Station. Hanya butuh 25 menit mencapai kota ini.

Kami menelusuri kota berjuluk Zaitun. Kota ini disebut Zaitun karena Quanzhou pernah menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan terbesar di China saat periode perdagangan jalur sutera.

UNESCO, organisasi di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menyebut bila Quanzhou sebagai kota bersejarah karena merupakan titik awal dari jalur sutera maritim.

Jantung Kota Quanzhou (by: Husein)
Jantung Kota Quanzhou (by: Husein)
Saking strategisnya, banyak pedagang dan penjelajah dari penjuru dunia singgah dan menetap di Quanzhou. Alhasil, keberagaman beragama dan percampuran budaya seperti China-Arab sangat mudah ditemui di sini kala itu.

Bahkan cendekiawan dan penjelajah Islam terkenal asal Maroco, Ibn Battuta menyebut, selama periode pelayarannya ke penjuru dunia tahun 1304-1377 Masehi, Quanzhou sebagai pelabuhan terbesar di dunia. Sejarah kejayaan maritim dan Islam Quanzhou juga bisa dilihat di Islamic Centre dan Museum Maritim Quanzhou.

Pada perjalanan kali ini, kami didampingi oleh Refgy, mahasiswa Indonesia yang telah menetap dan belajar di Huaqiao University, Quanzhou sejak 2014. Dengan Bahasa Mandarin yang fasih, Refgy memperkenalkan dan menemani kami selama berada di Kota Quanzhou. Perjalanan kami yang pertama ialah situs Masjid Qingjing.

Masjid Qingjing Berdiri Sejak 1009 Masehi
Masjid Qingjing atau bisa dikenal dengan masjid As Shohabu. Masjid yang terletak di Jalan Tu Men Jie itu memiliki gaya bangunan seperti di Turki dan Arab.

Masjid ini didirikan pada 1009 Masehi. Pada abad pertengahan, Quanzhou adalah pelabuhan terkenal di dunia. Saat itu, para pedagang dari Arab berlayar ke sini. Menurut penelitian, saat para saudagar asal Timur Tengah akan membangun Masjid Qingjing, di Kota Quanzhou sendiri telah berdiri sekitar enam sampai tujuh masjid.

Pintu masuk masjid quanzhou (by Husein)
Pintu masuk masjid quanzhou (by Husein)
Masjid Qingjing saat ini sebetulnya sudah tidak bisa digunakan kembali. Bangunan Masjid Qinjing tinggal tersisa tembok dan pilar dari bebatuan tanpa atap. Kini, Masjid yang berdiri tahun 1009 masehi ini, telah berubah fungsi menjadi salah satu ikon wisata Kota Quanzhou.

Namun, bagi umat Muslim tak perlu khawatir karena Pemerintah China membangun mushola dan masjid baru di area situs Masjid Qingjing.

Perkembangan Islam di Kota Quanzhou
Di sini, kami bertemu dengan Ahong atau Imam Masjid Quanzhou. Sang Imam yang bernama Ibrahim menuturkan bahwa peradaban Islam di Quanzhou dahulu sangatlah pesat. Periode perkembangan Islam di Quanzhou, awalnya berlangsung pada era Dinasti Tang (618-907). Kala itu, Islam diperkenalkan oleh pedagang Arab-Persia yang berlabuh di Quanzhou.

Bangunan Masjid Quanzhou (by Husein)
Bangunan Masjid Quanzhou (by Husein)
Para pedagang dan penjelajah dari Timur Tengah itu singgah di Quanzhou, dan tentunya ada yang beristri dengan warga lokal, Chinese Han. Peradaban Islam memasuki masa keemasan pada era Dinasti Ming (1368-1643). Pada era ini juga, Laksamana Cheng He (orang Indonesia menyebutnya Laksamana Cheng Ho) melakukan ekspedisi, termasuk ke Indonesia. Islam di China kemudian memasuki masa kemunduran pada Dinasti Qing (1644-1911).

Pada era kejayaannya, Ahong menyebut jumlah umat Islam di Quanzhou mencapai 100.000 orang. Kini, pemeluk Islam di bekas kota pelabuhan penghubung jalur sutera ini hanya berkisar 400 orang, sedangkan penduduk Kota Quanzhou (sensus 2010) berkisar 8 juta orang.

“Dahulu, pemeluk Agama Islam di sini mencapai 100.000 orang. Sekarang tinggal 400 namun warga China,” ujar Ahong alias Imam Masjid ini.

Lanjut Ahong, perkembangan Islam di Quanzhou merupakan titik penting (hub) dari persebaran Islam menuju wilayah utara China dan juga menuju Negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Brunei, Filipina dan tentunya Indonesia.

Suasana Malam Kota Quanzhou (by Husein)
Suasana Malam Kota Quanzhou (by Husein)
Dari beberapa sumber, perkembangan Islam di Bumi Nusantara, sangat dibantu oleh para saudagar dan tokoh Muslim asal Tiongkok. Mereka berlayar menuju pelabuhan-pelabuhan utama di nusantara untuk berdagang dan menyebarkan agama Islam.

“Dari sini (Quanzhou), penyebaran agama Islam menyebar sampai ke Malaysia, Filiphina dan Indonesia,” tambahnya.

Gus Dur dan Sholat Jum’at di area Masjid Qingjing
Usai berbincang santai dengan Ibrahim, sang Imam Masjid. Kami kemudian melihat dokumentasi masjid. Di sini, kita bisa menemukan kunjungan berbagai orang penting dunia. Yang unik, Presiden Indonesia ke-4, Gus Dur bersama sang putri, Yenny Wahid pernah singgah ke situs umat Islam di China ini. Selain itu, Taufik Kiemas atau Suami Presiden RI ke-5, juga pernah menginjakkan kaki di Masjid Qingjing.

Kunjungan Gus Dur ke Quanzhou
Kunjungan Gus Dur ke Quanzhou
Mumpung di Quanzhou, kami juga menunaikan Ibadah Sholat Jum’at. Di sini, Ibrahim memberi dakwah dan memimpin sholat berjamaah. Tentunya, dakwah disampaikan dalam Bahasa Mandarin namun sang imam juga sangat fasih berbahasa Arab.

Saat waktu sholat, sekitar 100an Muslim di kota Quanzhou hadir mengikuti ibadah Sholat Jumat. Dari wajah mereka, mereka merupakan muslim perantau dari Provinsi Xinjiang, Qinghai, dan Xian di China.

Refgy, rekan kami, menyebut bila Pemerintah China menaruh perhatian terhadap kehidupan beragama di China. Pemerintah China menanggung biaya operasional masjid bahkan sang imam hingga pengelola masjid memperoleh gaji bulanan dari negara.

“Semua di sini digaji sama pemerintah, termasuk pemeliharaan dan pengelolaan masjid ditanggung negara,” ujarnya.

Arsitektur Islam hingga Makam Sahabat Nabi
Selain mengunjungi masjid bersejarah, kami juga mengelilingi jalan-jalan Kota Quanzhou. Di dekat masjid, tampak jelas rumah-rumah tua yang masih mempertahankan arsitektur islam seperti bentuk kubah masjid. Selain keindahan kota yang memadukan arsitektur Islam, China hingga modern, kota ini juga terdapat makam sahabat Nabi Muhammad SAW.

Sangat mudah menuju lokasi. Dengan menggunakan moda bus umum, kami menuju situs makam sahabat nabi di area Gunung Qingyun. Makam berada area perbukitan. Bagi umat muslim, tak perlu membayar tiket. Cukup menyebut bahwa kita akan berziarah.

Komplek Makam Sahabat Nabi di Quanzhou (by Husein)
Komplek Makam Sahabat Nabi di Quanzhou (by Husein)
Wo men moeslim (kami muslim),” ucap kami saat diminta membayar tiket oleh seorang penjaga.

Menampaki jalan berjenjang yang dibeton, kami sampai juga pada dua buah makam sahabat nabi. Makam ini sangat terawat bahkan di beberapa titik dilengkapi kamera pengawas, CCTV.

Di atas makam, terdapat 2 helai kain yang menutupi. Namun, tidak diketahui siapa nama sang sahabat nabi itu.

“Ini makam sahabat nabi tapi nggak diketahui siapa namanya karena namanya juga tidak terukir di nisan,” ujar sahabat kami, Refgy.

Dari berbagai sumber, ada 4 sahabat nabi asal Arab yang menyebarkan agama Islam di China. Keempat sahabat nabi itu menyebarkan agama hingga meninggal di China. Satu sahabat nabi bernama Saad Bin Abi Waqos, dimakamkan di Kota Guangzhou. Makam kedua, terletak di Kota Yangzhou. Sahabat nabi ke-3 dan ke-4 inilah yang dimakamkan di Quanzhou namun sahabat nabi ini tidak diketahui namanya.

Makam Sahabat Nabi yang tak diketahui namanya (by Husein)
Makam Sahabat Nabi yang tak diketahui namanya (by Husein)
Usai memanjatkan doa, kami juga sempat mengabadikan foto. Tak hanya umat Muslim, warga lokal juga mengunjungi situs makam umat Islam ini. Kesan angker hilang karena makam tertata rapi.

Kemudian kami beranjak keliling makam, di sini terdapat banyak makam muslim kuno, salah satunya makam muslim dari keluarga Ding (dibaca Ting).

Di batu nisan, terdapat tulisan Arab namun ada juga makam dari keluarga Ding yang beragama nonmuslim.

Sinar matahari saat itu cukup terik, kami pun bergeser menuju ikon dari area makam yakni batu besar yang disebut mirip wajah kambing tetapi terukir tulisan Mandarin. Bila angin bertiup kencang, konon batu akan ‘bergoyang’.

Salah satu ikon di komplek makam
Salah satu ikon di komplek makam
Usai berfoto kami meninggalkan area makam. Saat menuju pintu keluar, burung-burung liar berkicau dengan merdu.

Penasaran dengan cerita peradaban Islam di China. Anda bisa memasukkan Quanzhou ke dalam daftar liburan hingga wisata religi di Negeri Tirai Bambu.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun