Melihat data 2016, total unemployment rate atau indeks pengangguran terhadap jumlah angkatan siap kerja mencapai 4,02% versi Pemerintah China atau 4,05% versi IMF. Sedangkan tahun 2016, lapangan kerja baru yang tersedia di dalam negeri China mencapai 13,4 juta. Bila ditarik ke jumlah kelahiran di 2016, Pemerintah harus bekerja keras menggenjot terciptanya lapangan kerja baru agar pengangguran bisa terkendali. Ini agar daya beli masyarakat bisa menggerakkan ekonomi domestik.
Tantangan Ekonomi yang Menanti
Namun Ekonomi China saat ini dan mungkin ke depan akan menghadapi tantangan, di antaranya perlambatan ekonomi dunia. Sebagai negara berbasis ekspor, produksi industri dalam negeri China seharusnya mengikuti permintaan dunia. Bila permintaan turun, produksi harus ‘dikendurkan’. Artinya jumlah tenaga kerja ikut berkurang ataupun mengurangi jam kerja.
Bila pemerintah China ‘ngotot’ mengejar produksi, barang-barang made in China akan membanjiri pasar dengan harga murah. Sebagai dampaknya, Pemerintah China harus memberi ‘suntikan’ ke industri untuk menutup biaya produksi. Apakah Pemerintah China ngotot mengenjot pertumbuhan industri yang bisa ‘mengerek’ naik angka pertumbuhan ekonomi?
Bila menengok angka pertumbuhan ekonomi China 5 tahun ke belakang yakni 2012-2016, gairah ekonomi menurun. Ini terlihat dari data IMF bahwa ekonomi negara tersebut hanya tumbuh 6,6% pada tahun 2016 dari sebelumnya tumbuh 7.9% di 2012.
Dengan ekonomi berbasis ekspor yang mulai memudar, China tampaknya harus atau akan mengubah arah ekonomi menjadi negara berbasis konsumsi dalam negeri. Konsumsi tersebut akan menggerakkan roda-roda ekonomi dan datang dari berkah jumlah penduduk serta belanja pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H