Mohon tunggu...
Yulianita Abu Bakar
Yulianita Abu Bakar Mohon Tunggu... Guru - Guru

There are things more important than happiness (Imam Syamil's son)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kehilangan

26 Juni 2024   19:11 Diperbarui: 26 Juni 2024   19:15 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Alisa duduk di bangku taman, memandang kosong ke depan. Angin sore yang lembut memainkan helai rambut nya, seakan mencoba menghibur kesedihan nya. Namun, tidak ada yang bisa menghapus rasa hampa yang ia rasakan di dalam hatinya.

Seminggu yang lalu, hidup Alisa berubah total. Ia kehilangan seseorang yang sangat berarti baginya, seseorang yang telah menemani setiap langkah hidupnya, memberikan semangat dan cinta tanpa syarat---ibu tercinta nya. Ibu Alisa meninggal dunia secara mendadak karena serangan jantung.

Sejak kepergian ibunya, Alisa merasa dunianya runtuh. Ia merasa terombang-ambing dalam lautan kesedihan, tanpa arah dan tujuan. Setiap sudut rumah mengingatkannya pada ibunya. Dari aroma masakan di dapur hingga suara tawa yang dulu memenuhi ruang tamu, semua kini hanya tinggal kenangan.

Alisa mengeluarkan sebuah foto dari tas nya. Foto itu menunjukkan dirinya dan ibunya, tersenyum bahagia di depan rumah mereka. Air mata mulai mengalir di pipinya. Ia teringat bagaimana ibunya selalu ada untuknya, memberikan nasihat dan dukungan di setiap keputusan yang diambil.

"Kenapa harus pergi secepat ini, Bu?" bisik Alisa dengan suara bergetar.

Taman yang biasanya ramai kini terasa sunyi bagi Alisa. Orang-orang berlalu lalang, namun ia merasa seperti berada di dunia yang berbeda. Dunia di mana tidak ada lagi kebahagiaan, hanya kesedihan dan kehilangan.

Alisa memejamkan matanya, mencoba mengingat kembali suara ibunya. Suara lembut yang selalu menenangkan hatinya, memberi kekuatan di saat ia merasa lemah. Namun, sekeras apa pun ia mencoba, suara itu semakin memudar, digantikan oleh kenyataan pahit bahwa ibunya tidak akan pernah kembali.

Sebuah tangan lembut menyentuh bahunya, membuyarkan lamunan nya. Alisa membuka mata dan melihat sahabatnya, Rina, berdiri di sampingnya dengan wajah penuh simpati.

"Alisa, kamu gak sendirian. Aku di sini untukmu," kata Rina dengan suara pelan namun penuh ketulusan.

Alisa tersenyum lemah, merasa sedikit terhibur oleh kehadiran sahabatnya. "Terima kasih, Rina. Aku benar-benar merasa kehilangan."

Rina duduk di samping Alisa dan memeluknya erat. "Aku tahu ini berat, tapi kamu harus kuat. Ibumu pasti ingin melihatmu bahagia dan melanjutkan hidup."

Alisa mengangguk pelan. Ia tahu bahwa Rina benar. Meski rasa kehilangan ini begitu besar, ia harus mencoba bangkit dan menemukan kembali kebahagiaan. Demi ibunya, dan demi dirinya sendiri.

Hari mulai beranjak malam, namun Alisa merasa sedikit lebih ringan. Kehilangan itu akan selalu ada, namun dengan dukungan dari orang-orang terdekat, ia yakin bisa melewati masa-masa sulit ini. Ia menyimpan foto ibunya kembali ke dalam tas, menyimpan kenangan indah itu di dalam hatinya, dan berjanji akan terus melangkah maju.

Di dalam hatinya, Alisa berbisik, "Selamat jalan, Ibu. Aku akan selalu merindukan mu, tapi aku akan kuat. Demi kita."

Alisa berdiri dari bangku taman, menggandeng tangan Rina, dan melangkah pulang dengan hati yang sedikit lebih tenang. Perasaan kehilangan itu mungkin tidak akan pernah hilang, tapi ia tahu bahwa hidup harus terus berjalan. Dia mengerti harus meneruskan langkah nya,, seperti yang selalu diinginkan oleh ibunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun