Mohon tunggu...
Yulianita Abu Bakar
Yulianita Abu Bakar Mohon Tunggu... Guru - Guru

There are things more important than happiness (Imam Syamil's son)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cermin Jiwa

8 Juni 2024   04:47 Diperbarui: 8 Juni 2024   05:13 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah hiruk-pikuk kota besar, hiduplah seorang wanita bernama Maya. Setiap pagi, ia bergegas keluar dari apartemennya yang sempit, menyelipkan earphone di telinga, dan tenggelam dalam suara bising kendaraan dan keramaian jalanan. Maya bekerja sebagai manajer proyek di sebuah perusahaan teknologi, sebuah pekerjaan yang penuh tekanan dan tenggat waktu yang ketat.

Namun, di balik kesibukannya, Maya merasa ada sesuatu yang kurang. Ia sering merasa cemas, mudah marah, dan kelelahan. Hubungannya dengan rekan kerja, teman, dan keluarga pun semakin renggang. Maya sadar bahwa ia perlu melakukan sesuatu untuk mengubah situasi ini, tetapi ia tidak tahu harus mulai dari mana.

Suatu hari, saat sedang berjalan pulang dari kantor, Maya melihat sebuah poster tentang lokakarya kecerdasan emosional yang diadakan di pusat komunitas setempat. Tertarik, ia memutuskan untuk mendaftar. Lokakarya itu dipandu oleh seorang pelatih bernama Ardi, yang telah berpengalaman dalam membantu orang-orang memahami dan mengelola emosi mereka.

Pada pertemuan pertama, Ardi meminta peserta untuk memperkenalkan diri dan menceritakan pengalaman mereka terkait dengan emosi. Ketika giliran Maya tiba, ia merasa ragu, namun akhirnya berbicara. "Saya sering merasa marah dan cemas, terutama di tempat kerja. Saya merasa seperti tidak pernah punya waktu untuk diri sendiri, dan saya tidak tahu bagaimana cara mengatasinya."

Ardi tersenyum dan berkata, "Kesadaran adalah langkah pertama. Kita sering kali terlalu sibuk dengan rutinitas sehingga kita lupa untuk berhenti sejenak dan merasakan apa yang terjadi di dalam diri kita."

Selama beberapa minggu berikutnya, Maya belajar berbagai teknik untuk meningkatkan kesadaran emosionalnya. Ia belajar tentang pentingnya mindfulness, meditasi, dan latihan pernapasan untuk membantu menenangkan pikiran. Ia juga belajar bagaimana mengenali dan menerima emosi tanpa menghakimi diri sendiri.

Salah satu latihan yang paling berdampak bagi Maya adalah latihan "cermin jiwa." Setiap pagi, sebelum memulai hari, Maya duduk di depan cermin, menatap dirinya sendiri, dan bertanya, "Apa yang aku rasakan hari ini?" Pada awalnya, latihan ini terasa aneh dan tidak nyaman, namun seiring waktu, Maya mulai terbiasa. Ia belajar untuk mengidentifikasi emosi yang muncul, baik itu kebahagiaan, kesedihan, kemarahan, atau ketakutan.

Dengan meningkatkan kesadaran emosionalnya, Maya mulai merasakan perubahan. Ia menjadi lebih sabar dan penuh pengertian terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Di tempat kerja, ia mampu menghadapi tekanan dengan lebih tenang dan mencari solusi yang lebih baik. Hubungannya dengan rekan kerja, teman, dan keluarga pun semakin membaik.

Suatu sore, setelah selesai bekerja, Maya kembali berjalan pulang. Kali ini, ia tidak lagi merasa terburu-buru atau cemas. Ia mengambil waktu sejenak untuk menikmati pemandangan matahari terbenam, merasakan angin yang lembut, dan tersenyum pada orang-orang yang ia temui di jalan. Maya merasa damai, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama.

Di dunia yang semakin sibuk ini, Maya menemukan bahwa kesadaran emosional adalah kunci untuk menemukan kedamaian dan kebahagiaan. Ia belajar bahwa dengan mengenali dan menerima emosi kita, kita dapat hidup dengan lebih penuh dan bermakna. Dan setiap kali ia melihat cermin, Maya ingat bahwa di balik refleksi itu, ada jiwa yang kuat dan berharga, siap menghadapi dunia dengan hati yang terbuka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun