Mohon tunggu...
Yulianita Abu Bakar
Yulianita Abu Bakar Mohon Tunggu... Guru - Guru

There are things more important than happiness (Imam Syamil's son)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mungkin Tidak Seperti Prasangka

14 Maret 2024   03:50 Diperbarui: 17 Maret 2024   06:30 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Keragu-raguan datang dari prasangka. Namun prasangka adalah perasaan yang  lumrah. Beranikan diri untuk membuktikannya, Agar diri bisa melihat kebenaran dari prasangka"


Hujan masih turun, sudah 4 jam Daniel duduk di jendela kamarnya. Melamun di sana,  memandangi burung yang sedang menyelesaikan sarang. Melamun lagi, memperhatikan anak-anak laki-laki yang berlarian. Melamun kembali.

Ini pertama kali Daniel datang ke Indonesia untuk menjalani puasa ramadan bersama ibu Kesya. Ibu tiri nya adalah alasan bagi ayahnya untuk pindah agama. Dan Daniel yang masih berumur 12 tahun saat itu, tidak ikut pindah agama.

Ketukan pintu kamar, membuat lamunan Daniel buyar.
"Coming"
" I am going to market to buy some fruit, would you like to join?"  
"Does  ibu kesya come too?"
"Yes, she does"
"Alright,  can you give me 5 minutes dad?"
" Sure baby, see you in down!"

Daniel segera berganti pakaian, saat dia membuka lemari. Daniel terdiam sesaat, mata nya tertuju pada beberapa helai hijab di sana. Tentunya ia sudah melihat hijab itu dari hari pertama dia datang ke rumah ibu Kesya. Tapi Daniel tidak pernah tertarik terhadap hijab-hijab itu.
Daniel menimbang-nimbang, apakah sebaiknya dia memakai hijab itu seperti ibu Kesya. " I'm not a muslim" , teriak Daniel dalam hati.
Daniel mondar-mandir di kamar 4x5 nya sambil memegang dagu, lalu rambut, melipat kedua tangannya ke dada, meremas rambut panjangnya. Memegang dagunya kembali, kemudian berdiri kembali di depan lemari dengan bertolak pinggang.

"Are you Coming Dan...." suara ibu Kesya dari lantai bawah.
" Yes ibu"
Daniel menarik pasmina warna jingga dan berlari menuruni tangga.
Louis yang sedari tadi sudah berada di dalam mobil segera keluar dan membuka pintu mobil untuk putrinya. Daniel bingung mengapa ayahnya membukakan pintu mobil untuknya. Daniel duduk di depan sambil memegang pasmina jingga dan tas cantik hadiah dari mama Caroline. Ibu kandungnya. Ibu Kesya duduk di belakang.

"Ibu, why are you sitting over there?", Daniel mencoba bertanya untuk menjawab rasa penasaran di hatinya.
" This is the first time you've been out since you reached home. So I guess you need to watch arround...."
"Ah, ibu baik sekali" dengan bahasa indonesia yang tidak fasih, Daniel memuji kebaikan ibu Kesya.

Pasar tidak jauh dari rumah mereka, 10 menit dari komplek. Daniel tidak langsung turun. Louis yang sedang membuka pintu untuknya, menatap wajah anak perempuannya yang terlihat gelisah.
"What's wrong Dan?"
"Dad, should i wear hijab?"
"Well baby, its yours... You know, what do you want to..."

Ibu Kesya yang berdiri agak jauh dari mereka, menunggu tanpa ingin menguping pembicaraan dua orang yang ia cintai itu. Louis adalah suaminya, Daniel adalah anak tiri nya. Tapi Kesya adalah wanita yang telah belajar menghormati hak orang lain. Dan salah satu cara dia menghormati suami dan anak tirinya adalah dengan memberi ruang untuk mereka berdua.

Daniel menatap Ibu sambungnya, lalu matanya kembali menatap ayahnya yang berdiri di luar mobil, menunggu keputusan nya.
"Dad, let me try this hijab"
"Okay" Louis tersenyum, dan membelai rambut anak perempuan nya itu.
"Take your time" Sambil menutup kembali pintu mobil dan berjalan ke arah istrinya, Kesya.

Daniel turun dari mobil dengan memakai hijab. Itu cantik sekali dan senada dengan warna baju yang dipakainya.
Kesya menatap Daniel dengan senyum bahagia. Tidak ada kata pujian atau apa pun yang keluar dari bibir Kesya. Saat Daniel sudah berada di sampingnya, Kesya mengecup pipi Daniel. Lalu mereka melangkah masuk ke dalam pasar.

Daniel tidak suka pasar. Apa lagi pasar di Indonesia sangat jauh berbeda dengan market di Clarkville, Tennessee, tempat di mana ia tinggal dengan ibu kandungnya. Daniel  menarik nafas dalam-dalam. Itu adalah caranya kembali ke kesadarannya. Sadar akan keputusannya untuk ikut ke mana saja Ibu Kesya pergi. Bahwa dia harus bertanggung jawab atas keputusannya untuk menghabiskan hari-hari untuk mengenal ibu sambungnya. Termasuk ikut ke pasar,  ikut gotong -royong  di sekitar komplek seperti tempo hari. Dan entah apa lagi kegiatan yang harus dia lakukan.

Sekembali dari pasar. Berganti pakaian. Daniel ke dapur untuk melihat apa yang akan di masak untuk berbuka puasa nanti. Kesya dan Louis sudah berada di dapur saat Daniel masuk.
" Apa kamu masih puasa Daniel?"
" Sure mom"
" Let me know, why are you fasting?"
"Becouse ibu and dad do it"

Kesya berhenti sejenak dari merapikan kulkas, lalu berjalan ke meja makan di mana Daniel duduk.
"Daniel, dont you think, this is hard for you?" Kesya bertanya sambil memegang bahu anak gadisnya  itu.
" Ibu, I am here and i do what i want to do. And I hope you don't mind it" suara Daniel terdengar tegas.
Kesya yang berdiri di samping Daniel, kini menarik kursi dan duduk di depannya.
"Daniel, ibu ingin kamu merasa nyaman di sini. Ibu menunggu bertahun-tahun untuk bisa bertemu kamu kembali dan berharap kita bisa tinggal bersama. Ibu khawatir kamu merasa tertekan dan tidak nyaman di sini"
"Look Ibu, I am happy to meet you. I just need the time". Sekarang suara Daniel terdengar ragu akan dirinya sendiri.

Kesya bangkit, berjalan ke kulkas dan melanjutkan pekerjaannya.
Daniel, tetap duduk di meja makan. Dia menggulung ujung pasmina. Melepas, kemudian menggulung nya lagi dan lagi.
Louis yang sedang mengatur bunga mawar ke dalam vas, tidak ikut menimpali percakapan Kesya dan Daniel.
Louis sangat yakin, Kesya dan Daniel akan segera akrab dan saling menyayangi , hanya masalah waktu saja.

Di meja makan, Daniel tidak mencoba semua makanan. Dari semua makanan yang disajikan Kesya, Dia memilih makan mie kecil. Louis yang duduk di sampingnya bertanya pendapat daniel.
"Ini enak pa, terima kasih ibu". Daniel bicara dengan terbata-bata.

Makan malam kali ini mereka lebih banyak diam. Louis yang berada di tengah-tengah Kesya dan Daniel, juga tidak berusaha mencairkan suasana yang canggung antara Kesya dan Daniel.

Kesya dan Louis berpamitan danberangkat ke masjid. Daniel yang sedang membaca novel segera beranjak dan meminta izin untuk ikut. Kesya  dan Louis tertegun, mereka saling bertatapan untuk beberapa menit. Louis segera maju dan mendekat pada Daniel
"Baby, we dont have time to explain about this right now, how about if you stay home and wait for us"


Daniel mengerti, dia paham bahwa itu berarti, dia tidak boleh ikut.
Tidak ada jawaban ' iya' atau yang lainnya dari bibir Daniel, dia ikut melangkah ke depan untuk mengantar orang tuanya. Lalu melambaikan tangan sambil tersenyum. " See you ibu... "
"Please, be calm down Dan" ucap Kesya dengan senyum sambil melambaikan tangan.  

Di kamar nya Daniel mencoba untuk tidur. Dia bosan. Ingin rasanya dia mengambil handphone, menonton atau chatting dengan teman-teman nya. Tapi itu akan melanggar janjinya sendiri. Janji bahwa dia hanya akan menggunakan handphone 2 jam per hari. Daniel berdiri di jendela kamarnya. Menatap ke jalan, memperhatikan orang -- orang yang lewat.
Ingatannya kembali ke Clarkville. Ingat pada ibu kandungnya yang melarang untuk datang ke Indonesia.

"You didnt know that woman, she is muslim. She is an asian and you never know what will happend and how can you deal with her"     "I miss my dad mom, I always afraid to meet and know Kesya. One side of my heart, i really miss my dad, we didn't see each other for 13 years"
" You told to him every day"
"Yach, but it is on phone... I need to meet him in real. I am going to take risk to meet and stay with him for some times. I dont know what kind of problems that should i face over  there. But i'm pretty sure, I need to try mom. I will never know, if i don't do it"

Mama Coraline jelas sangat kecewa dengan keinginan anak gadisnya untuk terbang ke Indonesia dan tinggal dengan Kesya.
Namun Daniel yang telah bertahun -- tahun gelisah dengan prasangka demi prasangka atas ibu sambungnya, rindu yang dalam pada ayahnya. Telah memaksanya membuat keputusan untuk bertemu dan tinggal di rumah ibu tirinya.

Daniel tersentak dari lamunan, dia menghela nafas berkali-kali.
Mungkin ibu Kesya tidak seperti prasangka mama Coraline dan diri nya. Ya, benar mereka masih sangat canggung, tapi itu bukan berarti ibu Kesya orang yang tidak menyenangkan.
Aku hanya harus memberi waktu untuk diriku dan Ibu Kesya. Waktu untuk saling mengenal.

Selesai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun