Mohon tunggu...
Yuliani Eka
Yuliani Eka Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

mahasiswi Prodi Administrasi Negara UNC

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Surabaya dan Pahlawan

21 Desember 2022   12:37 Diperbarui: 21 Desember 2022   12:40 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Euforia ditengah terik matahari tidak menyurutkan kemeriahan parade. Bahkan, lebih ramai di siang hari. Ribuan warga setempat menyaksikan Pecahnya Parade Surabaya Juang setelah dua tahun vakum akibat pandemi COVID-19. 

Kemeriahan acara terlihat jelas, karena banyak komunitas berpartisipasi dalam parade, mulai dari penggemar sejarah, sepeda motor dan mobil antik, cosplayer anime dan berbagai suku yang tinggal di kota heroik yang terlibat.

FILOSOFI PARADE SURABAYA JUANG

Tahun ini, 3.500 peserta mengikuti Parade Surabaya Juang. Peserta terdiri dari prajurit TNI, Polri, perangkat daerah Pemkot Surabaya, berbagai perkumpulan sejarah dan kepemudaan serta organisasi sosial. Para peserta membawakan foto-foto pahlawan nasional pada Parade Surabaya Juang di Surabaya, Jawa Timur. 

Pertunjukan teatrikal itu diawali dengan ultimatum yang dikirimkan sekutu Inggris kepada masyarakat Surabaya melalui selebaran. Dalam selebaran ini sekutu menyerukan kepada rakyat Surabaya untuk menyerah dan menyerahkan senjata yang direbut tentara Jepang. Sontak hal ini membuat warga Surabaya marah dan protes. 

Pertarungan teater yang dimainkan oleh beberapa komunitas sejarah di Surabaya terlihat begitu nyata. Bahkan, semua penonton teater mengenakan seragam militer bergambar senjata, seperti pada peristiwa 10 November 1945. Suara senjata dan meriam berlanjut sepanjang pertempuran teatrikal. 

Nyatanya, jalur sang pahlawan tampak membara seperti medan perang. Pada 10 November, Pahlawan mengajarkan semua orang untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan, tanpa memandang suku, ras, atau agama.

Inti dari Parade Surabaya Juang adalah mengembalikan semangat kepahlawanan di hati pemuda Surabaya dan masyarakat Indonesia. Seperti halnya pertempuran 10 November 1945 yang mengajarkan kepada para pahlawan perjuangan kemerdekaan bahwa mereka buta suku, ras dan agama, mencapai kemerdekaan dalam konteks hari ini adalah cara untuk melawan kemiskinan dan kebodohan. Surabaya bisa merdeka dengan budaya Arek, gotong royong dan semangat kebersamaan. Untuk itu, semangat kepahlawanan dapat terus membara di hati Arek-arek Surabaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun