Mohon tunggu...
Veronica Yuliani
Veronica Yuliani Mohon Tunggu... Guru - Guru bahasa yang jatuh cinta dengan cello, panflute, dan violin.

Menulis untuk berbagi dan menginspirasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Komunitas yang Baik Menjadi Saudara dalam Kesukaran

11 Januari 2023   19:19 Diperbarui: 11 Januari 2023   19:22 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan sesamanya. Oleh karena itu, manusia butuh komunitas. Komunitas yang baik akan membuat setiap orang semakin bertumbuh dan menjadi tim pendukung yang menyediakan solusi ketika seseorang mengalami masalah.

Saya sudah merasakan sendiri betapa komunitas yang baik itu menjadi saudara ketika saya mengalami kesulitan. Hal ini saya rasakan beberapa kali ketika saya sakit. Saya sangat bersyukur telah menjadi bagian komunitas ini.

Komunitas pertama adalah komunitas sekolah saya. Komunitas sekolah saya memiliki budaya yang membangun dan membuat setiap anggotanya bertumbuh dalam hal kerohanian dan kekeluargaan.

Sekolah saya adalah sekolah kristen. Setiap pagi sebelum memulai aktivitas selalu dimulai dengan morning devotion yakni pembacaan dan pembahasan alkitab disertai renungan. Seluruh anggota komunitas wajib mempimpin membawakan renungan secara bergantian secara terjadwal. Renungan dibuat mengikuti tema tertentu yang telah disusun.

Saya sangat terberkati dengan budaya ini. Saya juga semakin bertumbuh dalam hal rohani. Sebagai orang katolik saya juga terpacu untuk rajin membaca kitab suci, memiliki waktu doa atau saat teduh seperti saudara-saudara saya yang protestan di sekolah ini.

Saya melihat mereka memiliki kehidupan doa yang baik, selalu berkata-kata yang baik dan positif, dan tidak segera 'meledak' ketika menghadapi suatu masalah.

Di sekolah saya khususnya unit SMA, saya merasakan kekeluargaan yang sangat baik. Jika ada salah satu anggota yang sakit, lalu mereka akan segera menghimpun dana, mendoakan bersama, dan juga mengunjunginya.

Hal ini juga yang mereka lakukan kepada saya ketika awal mula saya sakit skizofenia, di tahun 2015 yang lalu. Mereka mendoakan saya, mencarikan psikolog, membawa saya pulang ke rumah, dan membawa saya ke rumah sakit untuk menjalani pengobatan. Tanpa mereka mungkin saya tidak akan mendapat penanganan yang tepat.

Setelah mengetahui saya sakitpun sikap mereka tidak berubah. Tidak ada satupun yang menghina atau merendahkan saya. Mereka selalu mendukung dan memberi semangat kepada saya. Ini adalah berkat yang indah yang saya terima dari Tuhan.

Rasa kekeluargaan yang eratpun saya rasakan ketika saya terpapar covid-19 saat pandemi kemarin. Mengetahui saya positif covid, teman-teman guru di sekolah saya langsung membentuk grup baru tanpa sepengetahuan saya untuk berkoordinasi bagaimana membantu saya dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum selama isolasi mandiri, mengingat saya adalah anak kos.

Selama saya isolasi mandiri teman guru setiap hari secara bergantian mengirimkan makanan untuk saya. Pagi, siang, dan sore. Bahkan, kepala sekolah saya pun turut memasakkan makanan untuk saya. Bukankah ini adalah berkat yang indah dalam hidup saya? Belum tentu di tempat lain saya mendapatkan perhatian yang sebesar ini.

Tidak hanya di situ, mereka juga menghimpun dana untuk saya karena mereka tahu saya harus menanggung biaya hidup kakak saya yang belum mendapat kerja. Yayasan pun turut memberikan bantuan dana ketika itu. Sungguh saya bersyukur menjadi bagian komunitas ini.

Komunitas kedua, adalah komunitas kos saya. Saya kos sejak bekerja di Semarang, sejak tahun 2010 hingga saat ini. Ada beberapa teman yang sudah menjadi teman akrab. Ketika mengetahui saya mengalami kesulitan dalam keuangan karena mendukung kehidupan kakak saya, tanpa sepengetahuan saya, mereka juga menghimpun dana untuk membantu saya. Ini sangat di luar dugaan saya, karena kita adalah sesame anak kos, tetapi mereka memiliki rasa kepedulian yang sangat tinggi.

Komunitas ketiga adalah komunitas doa saya, KKIT (Kerabat Kerja Ibu Teresa). Sama halnya dengan kedua komunitas yang saya sebutkan di atas, ketika mengetahui saya mengalami kesulitan dan terpapar covid. Mereka berkoordinasi menghimpun bantuan berupa materi dan obat-obatan untuk saya.

Komunitas ke empat adalah komunitas kompasiana. Di komunitas ini saya menemukan saudara yang mendukung saya. Memberi respon positif terhadap tulisan-tulisan saya. Di dalam komunitas ini saya terpacu untuk terus menghasilkan tulisan yang lebih baik. Walapun, sebagai kompasioner pemula seringkali kebingungan mencari ide untuk menulis.

Saya berpikir bahwa mereka adalah perpanjangan tangan Tuhan untuk menolong saya mengatasi setiap kesulitan hidup. Saya sungguh bersyukur menjadi bagian keempat komunitas tersebut. Saya setiap saat berusaha berdoa untuk keempat komunitas tersebut sebagai wujud syukur saya.  

Saya setiap kali menasihatkan kepada murid-murid saya untuk mencari komunitas yang baik. Karena komunitas yang baik sungguh penting dalam kehidupan kita. Komunitas yang baik membuat kita bertumbuh ke arah yang lebih baik dan mendukung kita di saat kondisi kita sedang tidak baik-baik saja.

Bagaimana dengan sahabat-sahabat kompasianer? Komunitas apa yang mendukung kalian? Silakan ceritakan di kolom komentar. Salam hangat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun