Saya selalu bertanya kepada Tuhan, mengapa di keluarga saya juga tidak ada titik balik seperti keluarga-keluarga yang lain. Hingga kini, saya sungguh tak memahami di mana hal baiknya rencana Tuhan di balik kehidupan yang tak seperti tidak ada damai yang kami jalani sejak kecil hingga hari ini.
Saya sering kali berkata dalam hati, tak apalah kami hidup sederhana bahkan miskin asal keluarga rukun. Setidaknya semua bisa dibicarakan baik-baik. Semua bisa diusahakan bersama.Â
Keluarga adalah sarang, rumah untuk kembali pulang ketika  anak-anak sedang tak baik baik saja. Tetapi bagaimana hendak pulang jika di rumah juga tidak ada damai sejahtera?
Saya seringkali terharu dan hampir menangis setiap kali melihat kakek nenek atau sepasang suami istri yang selalu berdua bersama. Saya merindukan ibu dan ayah saya juga bisa seperti itu.
Saya sangat menyayangi ibu saya. Bagi saya dia adalah harta yang paling berharga dalam hidup saya. Saya tidak bisa membayangkan hidup tanpa ibu. Bukan berarti saya tidak menyayangi ayah saya. Saya juga menghormati dan menyayanginya. Hanya saja, ada kerinduan supaya keluarga rukun damai sejahtera.
Saya juga tidak tahu bagaimana mendampingi menguatkan ibu saya yang selalu menerima kata-kata dan perlakuan tidak baik dari ayah saya. Saya hanya berdoa dan berusaha membantu secara keuangan supaya mengurangi intensitas ayah saya mengamuk.
Mungkin para kompasioner yang memiiki pengetahuan dan pengalaman mendampingi korban KDRT bisa berbagi saran di kolom komentar. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI