Dua, hal buruk yang saya amati dalam diri kami semua adalah kami semua memiliki hati yang keras. Terutama dalam diri anak-anak laki-laki (kakak-kakak saya yang lelaki). Mereka memiliki sifat yang keras persis seperti ayah. Walapun mereka tinggal serumah mereka tidak bertegur sapa. Mereka jarang duduk bersama sekedar untuk mengobrol atau bercerita. Satu kakak saya yang laki-laki ada di Kalimantan. Dari ketiganya tak ada yang saling bertelepon untuk sekedar bertanya kabar. Hati mereka keras. Masing-masing mementingkan egonya. Nasihat ibu kami untuk saling rukun mereka abaikan.
Tiga, Saat ini kakak laki-laki yang sulung berada di Jakarta. Ia sudah berkeluarga dan memiliki dua orang anak tetapi kini ia tidak memiliki pekerjaan tetap. Ia tidak mau pulang ke desa (ke rumah) karena berpikir pasti akan selalu bertengkar dengan ayah saya. Kakak saya ini memang yang paling arogan dan agak kasar jika berkata-kata. Seandainya ia mau pulang di rumah kami punya sawah yang cukup luas setidaknya mencari uang dengan bertani lebih mudah dibandingkan harus bekerja serabutan di kota.
Empat, kakak laki-laki saya yang paling kecil juga menganggur. Ia pun bersikeras tak mau pulang ke rumah. Ia tak tahan harus mendengarkan omelan ayah saya. Padahal ibu dan ayah saya sudah sering memintanya pulang untuk membantu mengolah sawah di di desa karena ayah semakin tua. Ia rela mencukupkan diri dengan uang yang saya kirim yang tentunya tak cukup untuk memenuhi semua kebutuhannya.
Lima, kami jarang memiliki waktu berkumpul bersama. Saya masih ingat dulu jika kami sedang berkumpul bersama bercerita dengan ibu dan kakak-kakak saya lalu ayah datang makan sebentar kemudian semua akan bubar.
***
Saya selalu merindukan keluarga yang rukun dan hangat. Saya merindukan bisa berkumpul bersama, makan bersama, berwisata bersama, berdoa bersama, ke gereja bersama dan punya foto keluarga Namun, semua itu masih ada dalam doa saya. Saya yakin kakak-kakak saya pun merindukan hal yang sama. Saya menceritakan hal di atas bukan untuk menjelek-jelekkan ayah saya tetapi supaya siapapun yang membaca cerita ini, terutama para ayah di luar sana belajar mencintai istrinya.
Satu kalimat yang terekam benar di kepala saya adalah kata-kata Theodore Hesburgh yang dikutip oleh John Maxwell dalam bukunya Make Today Count "Hal yang paling penting yang bisa dilakukan seorang ayah untuk anak-anaknya adalah mencintai ibu mereka." John menjelaskan hubungan dalam keluarga mengatur suasana seluruh keluarga dan itu adalah model hubungan yang lebih banyak dipelajari oleh anak-anak daripada hubungan manapun juga.
Ayah, sayangilah ibuku dengan jalan demikian maka kami pun akan mencintaimu. Kami anak-anakmu yang merindukan kehangatan keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H