Maraknya perkembangan teknologi yang semakin canggih membuat kehidupan manusia mengalami banyak perubahan. Baik perubahan positif maupun perubahan negatif, khususnya dalam hal menggunakan media sosial. Media sosial merupakan salah satu wadah terbesar di dunia yang dijadikan sebagai media ekpresi kehidupan bagi para penggunanya.
Artinya apa pun yang sedang dilakukan oleh penggunanya, sudah menjadi hal yang biasa untuk dibagikan atau di share ke publik termasuk kehidupan privasi. Hal-hal yang dibagikan di media sosial pun bermacam-macam sesuai dengan keadaan pengguna di dunia nyata.
Ibaratnya apa yang terjadi di dunia nyata, akan terjadi juga di dunia maya karena sudah seperti tidak ada lagi batasan dalam membagi aktivitas kehidupan pribadi. Saya pribadi tidak mempermasalahkan hal ini karena sudah menjadi hak dan urusan masing-masing individu. Namun yang sangat memprihatinkan, banyak sekali konten-konten dan postingan yang beredar di jagat maya yang tidak bermutu.
Kehadiran media sosial sudah menjadi kebutuhan utama umat manusia, sehingga penggunanya tidak hanya berasal dari kalangan orang dewasa namun sampai ke lapisan anak-anak, apalagi di tengah masa pandemi Covid-19 ini aktivitas di sekolah hanya bisa dilakukan secara offline/daring.
Keadaan seperti ini yang mengharuskan anak-anak difasilitasi gadget karena tugas-tugas sekolah hanya bisa dikerjakan dan dikumpulkan lewat email atau pun WhatsApp.
Dalam hal ini pengawasan orang tua harus benar-benar ketat ketika anak bermain gadget, mengingat maraknya kejadian buruk yang beredar di media sosial akhir-akhir ini, seperti kejadian yang baru saja menimpa keluarga Ashanti Hermansyah adalah seorang anak SD nekat mengirimkan sebuah pesan di Instagram milik Aurel Hermansyah dengan kata-kata yang sangat tidak wajar dan tidak sopan dikeluarkan dari mulut seumuran dia.
Direct message tersebut berhasil di capture oleh sebuah akun Lambe Turah 9 jam yang lalu. Saya sengaja tidak mencantumkan bukti direct message karena isi DMnya sangat tidak etis untuk dibaca. Ini hanyalah salah satu contoh yang sudah terjadi dari sekian banyak orang yang menyebarkan hate coment di media sosial milik orang lain. Di sinilah peran orang tua sangat penting dalam mengawasi kehidupan sang anak dalam menggunakan media sosial.
Media sosial bukan hanya sebagai wadah untuk mengekspresikan diri namun juga bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah. Sebut saja Instagram dan Youtube. Instagram dengan followers terbanyak bisa menghasilkan uang dengan menerima endorsement, begitu pula di peryoutuban melalui konten-konten yang dibagikan oleh user.
Oleh karena bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah yang cukup menjanjikan itu, akhirnya semua orang berlomba-lomba beralih ke Youtube dengan menayangkan konten yang cukup beragam. Namun yang sangat disayangkan, ada beberapa content-content creator yang memuat atau berisi hal-hal yang kurang mendidik kepada penontonya hanya karena demi rating dan popularitas semata.
Baru-baru ini tengah viral di seluruh linimasa, seorang Youtuber bernama Ferdian Paleka dan disusul oleh Edo Putra menayangkan sebuah konten  prank sampah di chanel Youtube masing-masing yang menuai banyak kontra dari masyarakat. Konten seperti ini sangat tidak etis untuk dibagikan ke ruang publik karena sudah merugikan banyak pihak yang menjadi korban prank.
Kebiasaan yang kurang etis seperti ini seharusnya diberikan hukuman yang sangat jera, karena kalau hanya diberikan kesempatan untuk permintaan maaf saja, saya rasa kejadian ini pasti akan terus terulang kembali, karena orang akan berpikir ''ya gampang kalau buat kesalahan, tinggal minta maaf saja masalah kelar.''
Mindset seperti ini yang membuat sebagian besar orang yang memiliki pemikiran sempit akan mendorong dia untuk membuat hal ini terjadi kembali. Itulah sebabnya kenapa hukuman harus bisa ditegakan dengan setegas-tegasnya agar kejadian ini tidak terjadi secara terus menerus.
Di tengah perkembangan teknologi yang semakin canggih ini, semua orang berlomba-lomba menaikan pamor dengan cara yang salah. Yang ditunjukan ke publik bukan lagi prestasi, namun konten-konten yang hanya mengejar viewers. Bukan hanya dari kalangan dewasa saja, anak-anak yang masih di bangku sekolah pun sudah berani menyebarkan hoax dan kebencian di media sosial.
Lalu siapa yang salah? Di sini saya tidak menyalahkan siapa-siapa, pun tidak membela siapa siapa. Saya hanya berpesan kemajuan teknologi memang sudah tidak bisa dihindari dari kehidupan ini. Seperti yang saya bilang sebelumnya, media sosial sudah menjadi kebutuhan utama umat manusia.
Namun yang harus dipahami, kita harus bisa dan terbiasa untuk mengontrol diri kita masing-masing dalam menggunakan media sosial. Caranya, dengan lebih bijak lagi menggunakan media sosial dan membagikan sesuatu yang bisa bermanfaat dan berguna bagi orang lain.
Terakhir, untuk para orang tua waktu anak-anak bermain gadget harus benar-benar dibatasi dan diawasi dengan ketat agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Biasakan anak-anak untuk menonton konten-konten yang positif dan bermutu dan hindari tontonan konten yang tidak bermutu.
Dengan begitu, media sosial bukan lagi sebagai ajang pamer-pameran dan mengejar rating semata, namun sebagai ajang pertunjukan prestasi yang bisa menginspirasi banyak orang. SEKIAN.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI