Mohon tunggu...
Olind Rivi
Olind Rivi Mohon Tunggu... Freelancer - Manggarai Barat - NTT

Congrats you found me :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Adat dan Budaya Manggarai NTT dalam Acara ''Teing Hang''

10 Juli 2020   17:11 Diperbarui: 31 Mei 2021   14:56 3268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Acara ''Teing Hang'' Budaya Manggarai NTT (Sumber : Egieligius.wordpress.com )

Mengenal daerah Manggarai adalah sebuah kabupaten yang ada di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Indonesia bagian Timur. Manggarai sendiri terdiri atas tiga kabupaten yaitu kabupaten Manggarai, kabupaten Manggarai Barat, dan kabupaten Manggarai Timur. Kabupaten Manggarai terkenal dengan kota paling dingin di Indonesia.

Melansir dari surat kabar daring Media Indonesia dari stasiun meteorologi Ruteng Frans Sales Lega Manggarai, Nusa Tenggara Timur suhu udara di kota Ruteng per Juli 2019 lalu menyentuh 9,2 derajat celcius. Itu merupakan suhu terendah yang dicatat stasiun meteorologi BMKG di seluruh Indonesia. 

Kabupaten Manggarai Barat terkenal dengan kota Labuan Bajo sebagai salah satu objek pariwisata premium yang cukup terkenal di Indonesia maupun manca negara. Kabupaten Manggarai Timur terkenal dengan penghasil kopi dan cengkeh.

Ketiga kabupaten ini memiliki adat dan budaya yang sangat kental yang diwariskan secara turun temurun kepada masyarakat Manggarai. 

Salah satu adat budaya yang paling sering dilakukan oleh masyarakat setempat hingga saat ini adalah acara ''teing hang'' yang berarti upacara pemberian sesajen kepada para leluhur sebagai salah satu bentuk wujud rasa syukur, meminta keberhasilan, dan memohon perlindungan. 

Baca juga : 4 Makna yang Terkandung dalam Budaya "Teing Hang" Arwah di Manggarai

Masyarakat kami menyakini bahwa roh-roh para leluhur senantiasa membawa perantara kebaikan Tuhan dalam hidup dan usaha kami.

Biasanya acara ''teing hang'' yang paling populer dilakukan masyarakat Manggarai adalah ketika anak-anak mulai memasuki SMP, SMA, kuliah, merantau, acara pernikahan, dan acara penutup akhir tahun. 

Ketiga acara ini sama-sama memiliki makna yang sama yakni meminta keberhasilan dalam sekolah dan memohon perlindungan agar dijauhkan dari hal-hal buruk. 

Sedangkan untuk acara ''teing hang'' penutup akhir tahun adalah salah satu bentuk ungkapan rasa syukur atas semua perjalanan hidup selama setahun dan meminta perlindungan dan keberkahan untuk hidup di tahun yang baru.

Kalau ditanya kok roh yang disembah? Kan ada Tuhan. Jawaban yang lebih tepat bukan menyembah roh tetapi kami menghormati dan meyakini bahwa roh-roh para leluhur yang didoakan dalam bentuk acara ''teing hang dengan tudak manuk bakok'' senantiasa menyampaikan semua permohonan kami dihadapan Tuhan.

Dalam acara ''teing hang'' hal yang harus disiapkan adalah ayamnya harus ayam jantan dan berbulu putih. Makna ayam jantan berbulu putih adalah melambangkan ketulusan dan kesucian, sehingga kami menyakini semua permohonan yang di ''tudak'' dengan penuh ketulusan dan kesucian akan diterima oleh para leluhur. 

Tudak hanya bisa dilakukan oleh tua-tua adat yang benar-benar memahami ilham dari para leluhur. Tudak tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. 

Posisi duduk dalam tudak adalah juru tudak memegang ayamnya di tangannya dan menyampaikan permohonan dalam go'et go'et (peribahasa) bahasa Manggarai dengan suara yang lantang, setelah itu ayam dipotong dan dibakar bulunya. 

Ayam tidak boleh dicelup ke dalam air panas. Ayam harus dibakar agar aromanya bisa tercium oleh para leluhur kami. 

Hal lain yang menarik dari acara ''teing hang'' adalah juru tudak bisa melihat kehidupan kita lewat darah manuk/ darah dari ayam, dan ada juga lewat hati ampela, dan urat leher ayam yang dipotong tadi. 

Kalau kebiasaan di dalam keluarga kami sendiri ketika membuat acara "teing hang" adalah jika dalam darah ayam tersebut bermunculan pori-pori, maka hal-hal baik akan selalu terjadi  dan hal itu benar adanya.

Lalu yang terakhir sesajen yang berikan kepada leluhur berupa nasi hangat yang dicampur dengan sedikit ati ampela, potongan sayap, suwiran daging ayam, dan kaki ayam. 

Namun sebelum diberikan, ada petuah-petuah yang disampaikan oleh tua adat/juru tudak berupa pemanggilan roh leluhur untuk datang memakan sesajen tersebut yang sudah siapkan di dalam piring. 

Sejatinya adat dan budaya yang sudah diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang harus tetap dijaga dan dilestarikan dengan baik. Sebuah nilai kehidupan yang sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial dan berbudaya. 

Jika adat dan budaya tidak dilestarikan atau ditinggalkan, maka bisa mendatangkan malapetaka yang besar. 

*  Tudak : permohonan acara "teing hang" yang disampaikan oleh juru tudak/tua adat.

* Go'et : peribahasa yang berkaitan dengan makna dan nilai acara ''teing hang''

Terima kasih semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun