Mohon tunggu...
Yuliana Indriastuti
Yuliana Indriastuti Mohon Tunggu... Administrasi - Guru

"Lampaui gagasan sempitmu tentang benar dan salah, terbanglah menembus cakrawala hingga benar dan salah bukan semata apa yang engkau pikirkan. Karenanya, engkau akan menjadi seorang yang bijaksana dalam mensikapi sesuatu". Dunia pendidikan saya pilih karena melalui ini kita bisa berkreasi dalam membangun karakter dan pola pikir generasi yang akan datang. Semoga hal kecil ini bisa memberikan manfaat.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengamati Bahasa Presiden Jokowi Menyikapi Kasus Ketua DPR RI

9 Desember 2015   03:56 Diperbarui: 9 Desember 2015   04:24 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

(Pembelajaran Beretika dan Bermoral untuk Bangsa yang Bermartabat)

Baru-baru ini kita dihebohkan dengan laporan yang disampaikan Menteri ESDM Sudirman Said berkaitan tentang permufakatan yang dilakukan Ketua DPR RI Setya Novanto dan pengusaha Riza Chalid dengan mencatut nama Presiden RI Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla dalam kasus “Papa minta saham” perusaahaan PT Freeport.

Meskipun berbagai bantahan dan argument dilakukan oleh Setya Novanto, dengan melakukan tudingan balik bahwa Menteri ESDM tidak berkompeten melaporkan dirinya, dan bahkan dianggap telah melakukan rekayasa politik luar biasa dalam kasus pelaporan itu.

Dalam kasus ini Menteri ESDM menyampaikan adanya dugaan pelanggaran etik dan melaporkannya kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Namun demikian aparat penegak hukum (Kejaksaan) merasa ada unsur pelanggaran hukum dalam kasus pencatutan nama Presiden. Pihak Kejaksaan sendiri menyatakan keberaniannya untuk mengungkap kasus dugaan korupsi melalui pemufakatan jahat yang diduga dilakukan Ketua DPR RI Setya Novanto dan pengusaha Riza Chalid.

Berikut link rekaman rekaman perbincangan yang diduga dilakukan oleh Ketua DPR RI Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Syamsudin :

http://www.cnnindonesia.com/politik/20151203144800-36-95778/rekaman-diduga-setya-novanto-soal-freeport--1-/

http://www.cnnindonesia.com/politik/20151203145222-36-95779/rekaman-diduga-setya-novanto-soal-freeport--2-/

http://www.cnnindonesia.com/politik/20151203145350-36-95780/rekaman-diduga-setya-novanto-soal-freeport--3-/

http://www.cnnindonesia.com/politik/20151203145534-36-95782/rekaman-diduga-setya-novanto-soal-freeport--4-/

http://www.cnnindonesia.com/politik/20151203145727-36-95783/rekaman-diduga-setya-novanto-soal-freeport--5-/

http://www.cnnindonesia.com/politik/20151203145911-36-95785/rekaman-diduga-setya-novanto-soal-freeport--6-/

 Menyikapi persoalan diatas respon publik menunjukkan kegeramannya melalui berbagai respon di media, dengan terus ikut mengawasi sikap MKD terhadap kasus yg dilakukan Setya Novanto. Kegeramannya bahkan ditunjukkan saat beberapa issu tentang pengadilan jalanan akan dilakukan apabila MKD tak mampu menyikapi persoalan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua DPR itu secara proporsional.

Selain itu beberapa respon kemarahan Presiden ditunjukkan dalam berbagai pernyataan pada media : "Saya tidak apa-apa dikatakan Presiden gila! Presiden sarap, Presiden koppig, tidak apa-apa. Tetapi, kalau sudah menyangkut wibawa, mencatut meminta saham 11 persen, itu yang saya tidak mau. Tidak bisa. Ini masalah kepatutan, kepantasan, moralitas. Itu masalah wibawa Negara.”

Pada penggalan peryataan itu, presiden menunjukkan sikapnya sebagai pribadi sekaligus sebagai simbol Negara. Pernyataan “Saya tidak apa-apa dikatakan Presiden gila! Presiden sarap, Presiden koppig, tidak apa-apa.” adalah ungkapan legowonya seorang pemimpin ketika mendapat kritik atau pernyataan yang kurang baik yang menyangkut dirinya sebagai pribadi dalam menjalankan tugasnya.

Namun demikian pernyataan berikutnya, “Tetapi, kalau sudah menyangkut wibawa, mencatut meminta saham 11 persen, itu yang saya tidak mau. Tidak bisa. Presiden memiliki alasan kenapa tidak dapat menerima hal-hal yang menyangkut hak Negara dan pemerintah, hak masyarakat terhadap dirinya sebagai pemimpin dan simbol negara dengan pernyataan ,” Ini masalah kepatutan, kepantasan, moralitas. Itu masalah wibawa Negara.”

Pada pernyataan terakhir, presiden menyampaikan sesuatu yang sangat urgen yang dapat menjadi pembelajaran bagi seluruh masyarakat yang menunjukkan keberpihakannya pada kewibawaan Negara, pemerintah dan masyarakat Indonesia. Bagi seorang pemimpin ada dua sisi sikap yang harus disampaikan untuk bisa memilih dan memilah perannya sebagai pribadi dan sebagai seorang pemimpin Negara.

Setidaknya melalui sikap ini, presiden telah menyampaikan bagaimana menimbang kepatutan dalam mengambil sikap, apakah sebagai seorang presiden ia hanya bersikap emosional dengan merasa tersinggung secara pribadi ataukah sikap yang dipilih secara professional dan elegan sebagai seorang pemimpin Negara.

Adapun berita tentang langkah hukum yang akan diambil oleh Presiden dan Wapres berkaitan kasus ini, itu adalah hak setiap warga Negara. Tetapi yang paling penting adalah adanya upaya yang terus menerus dilakukan untuk mendidik masyarakat bahwa masalah etika itu sangat penting bagi republik ini, terutama yang harus ditunjukkan para pemimpin tertinggi di negara ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun