Dari observasi random terhadap sejumlah remaja dari beberapa sekolah di area Jawa Barat dan Jakarta, penulis menemukan bahwa Gaya Bahasa Sarkasme sudah menjadi kebiasaan dalam percakapan sehari-hari. Hal ini adalah sesuatu yang memprihatinkan mengingat salah satu tujuan sekolah adalah membentuk anak menjadi lebih "halus" yaitu antara lain berkata dan berperilaku sopan. Ironis bukan?
            Analisis Penyebab Masalah
            Berdasarkan hasil wawancara terhadap sejumlah Peserta Didik terbaik, maka penyebab kebiasaan berkata tidak sopan tersebut, antara lain disebabkan oleh beberapa hal berikut ini :
- Membeo atau mengikuti teman-teman
- Siswa menjelaskan bahwa karena sering mendengar perbendaharaan kata-kata sarkasme sehingga menjadi terbiasa mendengarnya dan bahkan akhirnya ikut mengucapkannya.
- Berada dalam kondisi dikuasai emosi marah, jengkel atau kecewa
- Siswa menjelaskan bahwa ketika merasa sangat marah, jengkel atau kecewa, maka dengan sendirinya kata-kata kasar itu diucapkan.
Penentu Akar Penyebab Masalah
  Utama
- Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik (I Korintus 15 : 33)
- Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik. Sadarlah kembali sebaik-baiknya dan jangan berbuat dosa lagi! Ada di antara kamu yang tidak mengenal Allah. Hal ini kukatakan, supaya kamu merasa malu.
Dari Firman Tuhan ini, kita dapat memahami bahwa pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik. Ketika seorang anak berada di lingkungan yang memperdengarkan gaya bahasa sarkasme dengan sejumlah perbendaharaan kata sarkasme  yang secara terus menerus atau  periodik didengarnya maka perbendaharaan kata-kata tersebut terserap menjadi perbendaharaan katanya juga. Dan menjadi terbiasa, bahkan ikut mengucapkannya. Itu menjadi bagian kehidupannya.
- Peer Presure/ Tekanan Teman Sebaya
- Peer pressure adalah suatu bentuk perasaan yang dipengaruhi oleh dorongan atau tekanan dari teman sebaya untuk melakukan suatu aktivitas yang tidak diinginkan atau diharapkan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menyesuaikan diri bersama kelompok sosial di mana mereka ingin diterima. Sedangkan menurut Santor, Messervey dan Kusumakar, peer pressure merupakan suatu perasaan dorongan atau tekanan dari teman sebaya dalam mengajak untuk melakukan aktivitas yang sama dengan yang mengajaknya dan melakukannya karena harapan dari orang lain.
Peserta Didik berinteraksi erat dengan teman-teman sebaya mereka di sekolah. Dan untuk berbaur, sering terjadi mereka saling menyesuaikan. Seperti beberapa Peserta Didik yang ikut dan akhirnya terbiasa bergaya bahasa Sarkasme karena mengalami tekanan untuk melakukannya. Dimana bila ia hanya berkata-kata sopan, maka teman-temannya akan mengolok-oloknya. Antara lain dengan mengatakan, "iya deh yang anak alim", "tidak usah berteman dengannya, dia orang kudus", dan lainnya. Akhirnya secara otomatis ketika berada dalam kondisi dikuasai emosi marah, jengkel atau kecewa, kata-kata Sarkasme itu diucapkan.
- Â
- 3. Contoh dari ayah yang bila sedang marah mengeluarkan kata-kata kasar/ gaya bahasa Sarkasme
- Â
- Â
- Kesimpulan : Lingkungan
- Â
lingkungan yang :
- Terdapat Peserta Didik yang terbiasa menggunakan sarkasme sehingga menularkannya kepada para Peserta Didik lain.
- Terdapat Peserta Didik yang menekan Peserta Didik lain untuk ikut melaksanakan sarkasme.
- Terdapat Peserta Didik yang dapat dipengaruhi untuk menggunakan Sarkasme.
- Terdapat Orang Tua Peserta Didik yang memiliki kebiasaan menggunakan Gaya Bahasa Sarkasme
- Â Lainnya
Orang menggunakan lelucon sarkas karena :
1. Mereka Merasa Tidak Aman Ketidakamanan (insecurity) adalah salah satu penyebab seseorang menggunakan nada sarkastik untuk menghindari konfrontasi dari orang lain. Seseorang yang takut untuk meminta apa yang diinginkannya (atau menyadari dirinya akan ditolak) akan cenderung menggunakan kata-kata sarkastik. 2. Kemarahan Kalimat sarkas bisa menjadi bentuk kemarahan. Menghindari kemarahan dengan emosi yang meluap-luap, seseorang bisa menggunakan ucapan sarkastik terselubung untuk menunjukkan dominasi dan rasa marahnya.Â
Contoh sarkasme, Budi lupa membuang sampah dan Ani mengatakan, "Ah, memang ya rumah yang banyak sampahnya sangat harum dan terasa nyaman". Itukah salah satu contoh sarkasme. 3. Kecanggungan Sosial Seseorang mungkin saja menggunakan kalimat sarkastik untuk mencoba mencairkan kecanggungan sosial, namun seringkali situasi tersebut menjadi salah konteks dan sama sekali tidak lucu.
Misalnya, seorang teman ating terlambat dan teman lainnya mengatakan, "Wah, mungkin Budi sedang rapat dengan Presiden Argentina dulu..." 4. Menutupi Perasaan atau Sesuatu seringkali orang sarkastik mengeluarkan lelucon sarkas hanya untuk menutupi rasa marah, iri, tidak suka, kecemburuan, kritik atau ketidakcakapannya sediri tanpa terlalu terlihat jelas. Sarkasme dianggap akan lebih dihargai dan diterima oleh orang lain (Terbit: 28 January 2021 | Diperbarui: 31 January 2022 Ditulis oleh: Devani Adinda Putri | Ditinjau oleh: dr. Ursula Penny Putrikrislia). Â