Kebohongan visual seperti ini erat kaitannya dengan kajian semiotika visual. Dalam konsep semiotika visual, kevalidan makna visual dapat diuji melalui beberapa aspek. Sehingga simbol atau tanda tidak bisa diambil hanya pada satu pemaknaan, tetapi harus dihubungkan dengan tanda-tanda yang lainnya.
Dalam kasus ini, jilbab yang seharusnya menjadi simbol suci/luhur sebagai tanda religiositas atau ketundukan pada ajaran Islam mengalami pergeseran makna. Jilbab tidak lebih hanya sebagai topeng untuk mengaburkan identitas perempuan yang tersandung hukum.
Dalam persidangan, bagi pelaku tindak kriminal memang diharuskan untuk berbusana sopan dan rapi. Namun, tidak ada sebuah aturan tertulis untuk mengenakan simbol agama seperti baju koko, jilbab, maupun cadar.
Mereka bebas untuk berbusana dengan beberapa pertimbangan psikologis. Entah itu karena memang menghargai pengadilan atau memang sebagai wujud kesadaran untuk melakukan perubahan ke arah yang baik.
Hemat penulis, melihat fenomena seperti ini tidak lebih hanya sebuah sikap malu untuk menunjukkan identitas asli terdakwa kepada khalayak. Mereka lebih suka bersembunyi di balik cadar seperti yang dilakukan Yulianis ketika menghadiri persidangan dalam kasus korupsi wisma atlet.
Citra Buruk
Teror atau ancaman ketika identitas wajah diketahui khalayak mungkin bukan alasan penting untuk dikemukakan, seperti pengakuan Yulianis ketika ditanya perihal cadar yang ia kenakan ketika persidangan.
Kedok yang mereka kenakan tidak lebih hanya sebuah sikap pengecut untuk menghindar dari beban sosial berupa citra buruk di tengah khalayak. Sehingga upaya pengaburan identitas seperti ini pun mereka lakukan.
Di masa mendatang, perlu adanya sebuah aturan jelas dalam persidangan untuk mengatur busana semacam seragam bagi para pelaku kriminal. Agar para pelaku kriminal tersebut tidak seenaknya berlindung di balik simbol-simbol agama yang nantinya bisa berujung pada pendiskreditan agama tertentu.
Perilaku kriminal yang tidak bermoral seperti korupsi tidak akan luntur hanya karena mereka berjilbab atau bercadar. Beban moral dan sosial yang timbul akibat perilaku mereka tidak akan hilang dalam sekejap.
Apalagi jilbab dan cadar itu dipakai hanya saat persidangan berlangsung. Publik sudah cukup cerdas dalam melihat dan menilai fenomena ini. (y)