Program Kartu Prakerja merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan perekonomian di era pandemi khususnya kepada masyarakat yang terdampak PHK juga kepada para lulusan baru yang sedang mempersiapkan mencari kerja. Program Kartu Prakerja memberikan bantuan berupa pelatihan keterampilan kerja yang dapat dipilih sesuai minat dari para peserta pelatihan. Diakhir pelatihan, peserta akan diberikan uang insentif sebesar Rp 600.000 per bulan selama empat kali.Â
Program ini dilakukan secara online dan bekerja sama dengan beberapa aplikasi pelatihan online yang nantinya uang pelatihan serta insentif tersebut akan dialokasikan melalui dompet elektronik seperti OVO, Gopay, dan sebagainya. Jika dianalisis berdasarkan tujuan pengembangan masyarakat, program ini sebenarnya cukup baik karena alih-alih dengan memberikan bantuan berupa uang saja, tetapi program ini lebih menekankan pada pelatihan keterampilan sehingga diharapkan masyarakat dapat mengembangkan kemandirian dan terlepas dari belenggu ketergantungan. Tetapi dalam pelaksanaannya ternyata program ini tampak tidak efektif karena beberapa permasalahan.Â
Permasalahan pertama yaitu tidak tepat sasaran. Pernyataan ini didukung berdasarkan survey yang diadakan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2020. Sebanyak 66,47% insentif kartu prakerja yang diterima statusnya masih bekerja. Sedangkan yang merupakan pengangguran hanya 22,24% saja.Â
Dan sisanya sebanyak 11,29% diisi Bukan Angkatan Kerja. Hal ini menunjukan berarti mayoritas penerima program kartu prakerja ini masih bekerja dan menerima bantuan secara dobel karena pemerintah juga mengeluarkan bantuan berupa UMKM kepada masyarakat yang bekerja untuk membantu para pekerja yang mengalami penurunan pendapatan selama pandemi ini.Â
Sementara di sisi lain, masyarakat yang belum bekerja atau terkena PHK belum terjangkau semua bantuan ini. Belum lagi sisanya yang ternyata bukan angkatan kerja yang artinya banyak dari penerima yang ternyata masih dibawah 18 tahun atau masih mengenyam bangku pendidikan serta ibu rumah tangga namun menerima bantuan ini.Â
Mungkin memang golongan ibu rumah tangga juga perlu menerima bantuan ekonomi di kondisi pandemi saat ini, tetapi seharusnya golongan tersebut mendapat bantuan berupa PKH atau Program Keluarga Harapan. Dengan seperti ini, terlihat dana yang telah dikeluarkan bisa saja sia-sia karena terlihat tidak tepat sasaran dan tentu saja akan sangat sulit nantinya untuk mencapai tujuan awal dari dilaksanakannya program ini.Â
Permasalahan selanjutnya adalah karena masih banyaknya masyarakat yang gagap teknologi atau gaptek. Program prakerja yang dilaksanakan dari awal secara online dimulai dari pendaftaran, seleksi, pelatihan, hingga pencairan insentif semua dilakukan secara online.Â
Hal ini tentunya menjadi kendala dalam pelaksanaan program ini karena masyarakat banyak yang kesulitan dalam mengikuti pelatihan ini. Jangankan pelatihan, untuk pendaftaran saja banyak dari mereka yang belum mengerti, seperti salah satu contohnya yaitu pernyataan dari Ketua Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSBI) Jawa Tengah.Â
Berdasarkan situs berita okezone, beliau menyatakan bahwa banyak dari teman-teman buruh yang masih belum melek teknologi dan kesulitan dalam mengakses program ini.Â
Beliau juga menyatakan kalau banyak buruh yang tidak memiliki atau belum fasih dalam menggunakan handphone android untuk mengakses program ini. Sementara untuk masuk sistem dari prakerja harus memaksimalkan sarana online tersebut.Â
Ditambah lagi berdasarkan permasalahan banyaknya masyarakat yang gaptek, akhirnya program ini pun dimanfaatkan oleh para joki untuk mengambil keuntungan dengan membantu mereka yang tidak paham sistem ini agar tetap dapat mendapatkan insentif dari pelatihan ini.Â