Pada suatu pagi, anak saya meminta bekal nasi goreng komplit. Beberapa bulan terakhir ia selalu membawa bekal makanan. Sayangnya, kami tidak mempunyai stok sisa nasi kemarin.
Jika harus menanak nasi terlebih dulu, tentunya akan terburu-buru. Sebab, memakan waktu sekira 45 menit hingga satu jam menggunakan cara tradisional.
Belum lagi proses menggoreng yang membutuhkan waktu tidak sedikit.
Tetapi saya tidak ingin mengecewakannya. Demi memenuhi keinginan anak, pesan secara online menjadi pilihan.
Nak Nang merekomendasikan salah satu warung yang menawarkan beragam paket makanan enak. Setelah saya berselancar, ternyata benar.
Warung tersebut tidak hanya menawarkan makanan yang lezat, tetapi juga menjual aneka bubur nusantara.
Â
Ada bubur ayam bandung, es kacang ijo, bubur kacang ijo dan ketan hitam panas, bubur kacang ijo panas, dan burjo susu. Kebetulan saya dan suami pecinta bubur.
Beliau memilih menu pertama, katanya ingin mencicipi bubur ayam bandung. Karena yang sering kami jumpai hanya bubur lemu berbahan beras putih, santan, daun salam dan garam.
Lepas dari makanan yang dipesan suami, pilihan saya jatuh pada menu terakhir, yaitu burjo susu.
Berikut alasan saya memilih burjo kuah susu ketimbang burjo berkuah santan
Burjo susu berbahan kacang ijo ketan hitam dan susu panas. Pada umumnya bubur kacang ijo berkuah santan berbalur sedikit susu dan sirup.
Tetapi saya lebih memilih burjo yang berkuah susu hangat ketimbang kuah santan. Pingin tahu kenapa?
Karena dalam 100 gram susu, kadar lemaknya hanya 2,06 g, lebih rendah jika dibandingkan 100 gram santan yang memiliki lemak 23,84 g. Itu artinya, susu lebih aman dikonsumsi. Lebih-bebih bagi mereka yang mempunyai keluhan suatu penyakit.
Guna memudahkan pemahaman Anda, berikut saya sematkan tabel gizinya.
Nah, berdasarkan alasan di atas, saya lebih memilih susu daripada santan untuk kuah burjo.Â
Sayangnya, penjual salah menyiapkan. Pesanan yang datang bubur kacang ijo tanpa ketan hitam. Hadeuh...piye to iki....
Tak apalah. Kacang ijo juga baik kok, untuk kesehatan.
**
Bubur ayam dan bubur kacang ijo, diaduk atau tidak?
Bicara soal topik pilihan Admin Kompasiana diaduk atau tidak, ketika kami menyantap bubur, sehubungan kami pasangan sehati termasuk tim pertama.Â
Bubur ayam bandung pilihan suami berbahan dasar beras putih bertabur suwiran daging ayam.
Dalam semangkuk bubur dihisai beragam topping . Melihat tampilan bubur sudah semestinya diaduk.Â
Jika tidak, maka kuah dan tooping berbumbu tidak akan menyatu dalam bubur. Itu artinya nikmatnya bubur berkurang.
Begitu juga dengan bubur kacang ijo, sekalipun tanpa ketan hitam, tetap diaduk. Alasannya cukup sederhana, sudah tradisi.
Bagi kami jika akan menyantap hidangan berkuah, tentu akan mengaduk terlebih dulu. Tujuannya agar kuah dan ampas menyatu. Pengadukan pada makanan akan menambah nikmatnya hidangan.
Singkat cerita, pesanan anak sudah dibawa ke sekolah, suami melahap buryam, sedangkan saya bersiap menikmati semangkuk burjo hangat yang nikmat, dan tentunya bergizi tinggi. Â
Sekian dari saya, salam kuliner.
#DiadukatauTidak?
#JelajahBuburNusantara
#BurjoBuburKacangIjo
#BuburAyamBandung
#TopikPilihan
#ArtikelYuliyanti
#Klaten,05November2024
#Tulisanke-615
#menulisdiKompasiana
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI