Senja terlalu cepat menutup ingar di ujung gili.
Deru menyambut angan di tubir sunyi.
Dan aku yang lelah memunguti butiran resah.
Juga menimang gundah di ujung gelisah.
Apakah kau melupakanku?
Langit masih memancarkan cahaya sama seperti dulu.
Mendesak asa menyudahi butir nyeri.
Dan kisah-ku, berlabuh di selasar mimpi.
Menganyam jeruji di bilik sepi.
Masihkah kau mengingatku?
Di persinggahan tiada riasan pelangi, awan pun kelabu.
Tetapi sisa jingga mengeja mantra sepi.
Melantunkan bait-bait doa di barisan sunyi.
Berharap butiran rindu mengikis hati.
Kembang api menghiasi langit sepi.
Lantunan terompet memudarkan tubir mimpi.
Dan langit, menjelma jingga kembali.
Taklagi merenung dalam sepi.
Sunyi taklagi bersembunyi di balik bayang.
Lampu-lampu remang menghias wajah riang.
Meminang timbang keriangan.
Dan kau, ternyata tak melupakan.
***
Puisi ini mewakili penulis mengucapkan selamat tahun baru kepada Pembaca Kompasiana. Besar harapan saya, di manapun Anda berada, senantiasa sehat dan bahagia.
Semoga tidak terlambat meski telat mengucap. Tayangan puisi ini sebenarnya saya jadwalkan di awal tahun.Â
Sayangnya, sesuatu hal menggagalkan rencana. Dan, pada kesempatan kali ini, baru bisa mengunggahnya.
Â
Selamat tahun baru, salam sukses selalu. Terima kasih sudah singgah.