Pada hari Raya Idul Fitri(lebaran) identik dengan saru tradisi yang dilakukan masyarakat Indonesia secara turun temurun.
Tradisi pulang kampung(pulkam) atau yang lebih populer dengan sebutan, "mudik" ini menjadi momen berharga bagi kalangan masyarakat yang hidup di perantauan
Tradisi mudik yang lebih greget, atau lebih padat arusnya saat Hari Raya Lebaran ketimbang Hari Kebesaran lainnya.
Sebab, pada perayaan lebaran banyak pabrik, perkantoran, lembaga instansi dan lain sebagainya memberlakukan liburan bervariatif. Tetapi tahun ini rata-rata sepekan.Â
Meski demikian, ada sebagian orang yang mengambil masa cuti tahunan di saat libur lebaran. Memanfaatkan momen Hari Raya agar liburnya bertambah panjang.
Semua dilakukan semata-mata demi kebersamaan dengan keluarga yang dirindukan dari kampung halaman terobati.
Meskipun kepulangannya tidak sebanding dengan masa perjuangan di rantau, setidaknya waktu sepekan hingga dua pekan menjadi pelipur rindu.
Mudik lebih lama bisa menikmati kebersamaan dengan keluarga, kerabat, tetangga dan lain sebagainya.
Sesuatu yang dirindukan dari kampung halaman tidak hanya sekadar menikmati kebersamaan dengan orang tercinta, tetapi ada beragam kisah dan cerita selama berjauhan.
***
Saya sendiri hijrah dari tanah kelahiran semenjak jomblo, meski perpisahan hanya berjarak beberapa ratus kilometer dari rumah karena masih se-Kota Kabupaten.
Jadi, tidak ada alasan untuk tidak mudik! Bahkan sepekan sekali atau sesuai keperluan keluarga kecil kami menyempatkan pulkam.
Saya sering mendengar ungkapan beberapa orangtua yang ditujukan kepada anak muda, 'Wong tuwo kari siji, diseneng-senengke atine yo, Nduk. Ben dowo umure, tutuk anggone momong anak putu.
Kalimat di atas mempunyai arti; Orangtua tinggal satu (bisa ibu atau bapak) kita sebagai anak agar bisa membuat hatinya selalu senang.Â
Dengan harapan mendatangkan kebahagian yang akan membuat jiwa raganya sehat. Insyaa Allah membuat menjadi perantara panjang umur dalam mendampingi anak cucunya.
Saya pun demikian, berusaha sepekan sekali mengunjungi ibu, sesekali mengajaknya jajan, jalan-jalan atau membelikannya sesuatu yang membuat hati beliau senang.Â
Meski sebenarnya semua itu orang tua tidak menginginkannya. Tetapi tiada salahnya, bagi saya itu sebuah kewajiban berbuat sesuatu yang bisa membuat hati orangtua senang, nyaman, serta aman.
Saya pun sangat setuju dengan apa yang ditulis oleh teman sesama Kompasianer, Pak Akbar Pitopang, bahwasanya kesempatan berjumpa dengan orangtua merupakan waktu yang sangat berharga dan harus diprioritaskan.
Para orangtua pun mengatakan, jika kedatangan putra-putrinya lebih berharga daripada setumpuk uang yang dikirimkan.
Nah, jika kita bisa bisa membersamai dan mengunjungi orangtua pada hari-hari tertentu maupun lebaran, kenapa tidak dilakukan?
Toh, selain pahala yang kita dapat karena berbakti padanya, bisa memberi sesuatu yang membuatnya bahagia, tentu akan membuat hati gembira. Iya kan, Pembaca?
Samber THR 2023 hari ke-25
#SamberTHR
#SamberTHR2023harike-24
#THRKompasiana
#KurmaTHR
#ArtikelYuliyanti
#YangdirindukandariKampungHalaman
#Tulisanke-463
#Klaten,25April2023
#MenulisdiKompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H