"Mbak, pesen soto 2 porsi, teh 2 gelas," terang saya.
"Nggih, Mbak."Â
Lanjutnya,"digorengke nopo? Kepala, sayap, paha..."
"Kepala saja sepotong, Mbak. Nanti dipecok-pecok, ya!"
Tidak lama kemudian, penjual yang terdiri dari suami isteri dan keluarga langsung menghidangkan menu hemat tetapi nikmat.
Semangkuk soto ayam kampung berteman kepala ayam pecok. Pula segelas teh poci turut menemani. Bukber kami tergolong hemat tetap nikmat.Â
Tidak lupa beberapa porsi gorengan bakwan turut melengkapi buka puasa kami. Alhamdulillah, waktu yang kami tunggu-tunggu akhinya tiba. Gema suara azan saling bersahutan jadi penanda waktunya berbuka.
Kami menikmati seteguk demi seteguk teh poci. Meskipun cara penyajiannya tidak khas(tehnya tidak diseduh dalam poci yang terbuat dari tanah liat).Â
Tetapi aroma sedapnya tak hilang. Setiap seruputan terasa kesegarnya yang membasahi kerongkongan hingga dahaga pun hilang.
Rasa- rasanya badan segar dan fit kembali.Â
Begitu pula dengan segarnya kuah soto yang begitu lezat, ditambah sepotong demi sepotong suwiran ayam menambah nikmat menu sederhana sore itu.
Bersantap menu hemat tetap nikmat, krnapa tidak? Karena kita selalu bersyukur atas karunia-Nya. Meski menu buatan warung kaki lima, serasa bersantap di restoran.