Mohon tunggu...
Yuliyanti
Yuliyanti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Yuli adja

Yuliyanti adalah seorang Ibu Rumah Tangga memiliki kesibukan mengurus bisnis keluarga. Sebagai penulis pemula telah meloloskan 7 antologi. Penulis bisa ditemui di IG: yuliyanti_yuli_adja Bergabung di Kompasiana 20, Oktober 2020

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Wisata Religi di Masjid Agung Sunan Pandanaran Tembayat

8 April 2023   21:50 Diperbarui: 8 April 2023   22:11 904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar https://duniamasjid.islamic-center.or.id/1310/masjid-gholo-bayat-klaten/

Wisata Religi di Masjid Agung Sunan Pandanaran, yang menjad ikon bersejarah Kota Tembayat memang sangat menarik. Sayangnya, penulis belum berkesempatan menyambangi terkait aktivitas.

Akan tetapi saya akan berbagi kisah seputar masjid tertua, peninggalan Wali Songo yang termasyur dan keberadaannya takjauh dari tempat tinggal penulis.

Mengutip jejak nusantara-Masjid Gholo, yang lebih dikenal warga sekitar dengan nama "Nggolo" dahulu didirikan di puncak Gunung Jabalkat oleh Ki Ageng Pandanaran atau Sunan Tembayat.

Pada masa itu, menjelang petang Sunan Tembayat memasuki masjid, lalu mengumandangkan azan berlanjut menunaikan salat Maghrib.

Berkat Karomah kewaliannya, suara azan beliau terdengar hingga ke Kasultanan Demak Bintoro.

Merasa terusik, Sultan Demak pun berucap, "Orang baru saja menjadi Sunan sudah sombong. Azan dikeraskan, sorot lampunya membuat silau, semua itu harus disadarkan.

Mendengar ucapan Sultan Demak, Sunan Tembayat menyadari kekliruannya. 

Beliau minta bantuan ke 4 sahabatnya yaitu, Kiai Gagak Doka, Kiai Dagawana, Syekh Domba serta Kiai Kowel untuk memindahkan Masjid Gholo ke bawah.

Berkat bantuan keempat sahabatnya, masjid berhasil dipindahkan. Bangunan yang terbuat dari kayu itu pun tidak ada yang rusak.

Kini keradaaannya di pinggir jalan sekitar 300 meter dari Komplek Makam Sunan Pandanaran, terletak di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten.

Beredar warta, konon pemindahan masjid dari puncak Gunung Jabalkat ke bawah terbilang unik, yaitu menggunakan seutas benang, ada pula yang menyebutkan dengan diseret menggunakan jari. Wallahu a'lam bishawab.

Tetapi ada yang aneh, dahulu kala masjid digunakan untuk salat jumat hanya cukup untuk empat orang. Pada umumnya masjid yang digunakan untuk salat jumat sedikitnya berjumlah 40 orang.

Seiring perkembangan zaman, Masjid Gholo sudah diperluas sehingga mampu menampung jemaah hingga ratusan orang. 

Masjid tersebut tidak hanya digunakan untuk salat jumat, tetapi juga pergunakan untuk acara dakwah serta peringatan hari-hari besar.

Bidik layar Ompak Batu di area dalam Masjid Gholo, dokumen Yuliyanti 
Bidik layar Ompak Batu di area dalam Masjid Gholo, dokumen Yuliyanti 

Arsitektur bangunan hingga kini masih terlihat keasliannya. Mempunyai empat tiang Soko(saka) Guru, berpondasi ompak batu kapur. Di samping tiang terdapat dua belas pilar penyangga.

Menurut beberapa sumber, seseorang yang menunaikan ibadah dan berdoa di masjid Gholo tidak hanya merasakan ketenangan. Tetapi banyak doa-doa dari mereka yang dikabulkan.

Terbukti setiap hari-hari tertentu banyak peziarah dari berbagai kota melakukan wisata religi ke Masjid Gholo, Makam Sunan Pandanaran pula petilasan di puncak Gunung Jabalkat.

***


Mengenal Lebih Dekat Ki Ageng Pandaranan

Suatu ketika Wali Songo yang berduka atas wafatnya Syekh Siti Jenar berkumpul di Masjid Agung Demak, Jawa Tengah. Mereka bermusyawarah mencari sosok pengganti wali tutup.

Sunan Kalijaga merekomendasikan Bupati Semarang sebagai pengganti Syekh Siti Jenar. Awalnya usul beliau tidak disepakati para wali.

Dengan alasan Bupati Semarang terkenal kikir dan masih diliputi nafsu duniawi. Tetapi pada akhirnya para wali menyetujui, dengan syarat Sunan Kalijaga yang melakukan pendekatan.

Singkat cerita, Sunan Kalijaga datang ke Semarang menyamar sebagai pengemis, Sunan menyaksikan Bupati Semarang sedang menghitung uang di depan rumah.

Dengan garangnya Sang Bupati melemparkan sekeping koin ke arah pengemis tersebut, namun ditolaknya. Bahkan sebaliknya, si pengemis yang taklain Sunan Kalijaga mencangkul sebongkah tanah lalu melemparkan ke arah bupati.

Atas kehendak Allah, sebongkah tanah berubah menjadi bongkahan emas murni. Sang Bupati takjub, lalu memutuskan untuk menjadi muridnya Sunan Kalijaga.

Keinginannya pun diterima dengan syarat harus menunaikan ibadah seumur hidup, pula menyebarkan agama Islam di Semarang hingga pada akhirnya mendapat mandat untuk pergi ke Tembayat(Bayat) Klaten.

Nah, itulah sekelumit kisah Masjid Tertua di Kota Klaten, peninggalan Wali Songo. Untuk lebih lanjutnya Pembaca bisa menyimak video lewat Kanal Youtube. Terima kasih sudah singgah. Salam wisata religi.


Samber THR 2023 hari ke-8


#SamberTHR
#SamberTHR2023hari-8
#THRKompasiana
#Kurma
#KurmaTHR
#ArtikelYuliyanti
#Tulisanke-447
#Klaten, 08 April 2023
#MenulisdiKompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun