Senja merayap pelan menuju petang. Membangkitkan sudut mata sedikit berlinang. Sejauh mata memandang, hanya terlihat bentangan jingga kian memudar. Seperti dirimu yang hilang meninggalkan jejak kepedihan.
Jarak jadi pemisah antara dua insan yang saling mencintai. Namun bukanlah kesenjangan waktu dan jeda menghalangi. Tetapi perasaan terhalang guratan takdir-Nya.
Ya, tiga tahun yang lalu, kita suka saat takdir mempertemukan secara kasatmata di sebuah perhelatan. Netra saling beradu dengan sejuta tanya. Lalu tumbuh butiran cinta sebelum akhirnya terhempas.
["Put, jangan lupa besuk kita menghadiri pernikahan Pramesthi. Aku jemput pukul 08:30. Dandan yang cantik, ya!]
["Jangan lupa, dandan yang cantik!" ulang Deya sembari menyematkan emoji hati] Aku hanya tersenyum saat membuka gawai dan membaca pesannya.Â
***
"Put, kapan hidangan itu kau makan? tuh, yang lain sudah selesai menyantapnya. Masa, selat yang begitu nikmat hanya kau jadikan tontonan," gerutu Deya.
Deya menghela napas sembari menghempaskan punggungnya setelah mengomeliku. Beruntung kursi lipat tersebut masih kuat menopang tubuhnya yang semakin gempal.
Sementara aku hanya menatap penuh kesenduhan kudapan yang dihidangkan. Yaitu sepotong roll cake bersanding dengan sosis basah. Bahkan hingga hidangan kedua, sepiring Selat Solo terhidang.Â
Seandainya tidak tertera daftar menu tata boga yang tak asing bagiku, mungkin aku taksesedih ini dan menikmatinya dengan sukacita.