"Nduk, nek tuku oleh-oleh rasah okeh-okeh. Duwite dicelengi kanggo butuh sing luwih penting."
[Nduk, kalau beli oleh-oleh nggak usah banyak-banyak. Uangnya ditabung untuk kebutuhan yang lebih penting]
Saya sempat menjawab dengan belaan. Bahwa kami ingin menikmati oleh-oleh dari gaji pertama. Apalagi semasa kanak jarang memakannya. Namun, bapak dengan sabar memberi nasihat berupa Filsafat Jawa.
"Nduk...eling-elingen welinge bapak. Sejatine Urip iki ora mung kanggo mangan yho, nduk! Nanging manganno kanggo urip!"
[Nduk...ingat-ingatlah pesan bapak. Sebenarnya hidup ini bukan hanya untuk makan, ya Nduk! Tetapi makanlah untuk hidup.]
***
Bahasa Jawa memang memiliki ragam budaya, adat dan suku yang berbeda-beda. Masyarakatnya pun menjunjung tinggi adat dan budaya yang kaya akan filosofi.Â
Di dalam setiap kalimat mengandung makna mendalam pula menata hidup manusia. Kata bijak bahasa Jawa kerap dijadikan nasihat orang tua.
Seperti halnya yang dilakukan bapak terhadap putra-putinya.
Apa Makna Urip Ojo mung Kanggo Mangan?
Sejatinya dalam hidup ini bukan semata-mata untuk makan, atau membuat perut kenyang, dengan kata lain (berfoya-foya)
Makan memang menjadi salah satu kebutuhan pokok untuk sumber energi, pula sebagai perkembangan tubuh.
Sebagaimana sebuah motor, bila hendak dipakai bepergian semestinya diisi Bahan Bakar Minyak (BBM) serta mengecek perangkat lainnya. Langkah ini diambil guna memastikan sepeda tersebut layak untuk digunakan.