Kecemasanku pada akhirnya terjadi
Setelah sekian hari keceriaanmu pergi
Meski segenap cara kutempuh
Sukma tak lagi terengkuh
Pada akhirnya kau tarik napas penghabisan
Pergimu tinggalkan sederet kenangan.
Bahkan, jadi pelipur dengan cuitan
Saat berdendang berselimut kemerduan
Begitulah garis takdirmu
Kepergianmu menyisakan pilu
Pelipur lelahku pergi tak kembali
Kicaumu tak lagi menghiasi
Ketika raga payah hanya mengenang pasrah
Tiada lagi lautan kegembiraan
Bentangan kepak sayap iringi nyanyian
Hilang. Merdu berlalu di belahan waktu
Pada akhirnya kau benar-benar pergi Menghadap Illahi pemberi sukma ini
Di bawah pelepah pisang tempat terakhir persemayaman
Aku hanya bisa mengucap selamat jalan
Terima kasih telah berbagi keceriaan
Dalam bentangan waktu yang lalu
Kini ragamu telah terbujur kaku
Dalam persinggahan panjangmu
Di bawah pelepah pisang kulantunkan doaku
***
Puisi di atas tentang burung murai piaraan suami yang tak lagi mau dipiara.
Kata orang, penyakit yang sering menyerang murai adalah (saraf) kemarin lusa kambuh untuk kedua kalinya, hingga membuat meregang.Â