Banyaknya artikel menarik tentang 'resign'Â atau mengundurkan diri dari pekerjaan yang digeluti sedang viral di dunia maya. Semua itu membuat diri tertantang untuk menulis dengan tema yang sama.
Baiklah, saya akan berbagi cerita, tentang kisah sejati penulis.
Kejadian ini terjadinya beberapa dekade lalu. Sebelum menekuni dunia usaha pun penulis seperti saat ini, saya hanya seorang gadis biasa dalam keterbatasan ilmu pendidikan.
Pendidikan yang bisa dibanggakan hanya sebatas Sekolah Dasar (SD). Sebagai anak sulung dari empat bersaudara, saya ingin membantu meringankan beban orang tua.
Nah, bekerja jadi tujuan utama kala itu. Namun, siapa yang mau menerima karyawan dengan lulusan terendah  seperti saya?
Sejak lulus SD saya tidak melanjutkan sekolah. Faktor ekonomi orang tua yang menjadi bahan pertimbangan kami.
Sambil menunggu rezeki turun dari langit, rupa sebuah pekerjaan yang menjanjikan pun membuat kehidupan jauh lebih mapan. Saya membantu orang tua jual gorengan keliling di kampung. Sambil membatik (Batik Tulis Tembayat) home industri di daerah saya. Dari hasil pekerjaan itu takbisa mengubah ekonomi keluarga lebih baik.
Setelah beberapa tahun berlalu, ada saudara yang menawarkan sebuah pekerjaan yang jauh lebih menguntungkan untuk saya dan keluarga. Sebuah toko bangunan membutuhkan beberapa karyawati bagian penjualan. Rupanya Allah mengabulkan salah satu doa di antara beberapa pujian.
Dalam bayangan saya kala itu, sebagai karyawati hanya akan sibuk menulis saja. Salah satu hasrat ingin bekerja di bagian tulis-menulis pun terkabul. Tanpa menunggu banyak pertimbangan, Â tawaran diterima. Bagi saya, seorang gadis kerja di toko material bukanlah hal yang tabu.
Keesokan harinya, saya diantar Bapak ke rumah saudara. Lalu, beserta beberapa kawan di antar kerabat menuju tempat toko material yang berjarak -+30 km.Â
Sesampainya di sana, hal pertama melayangkan pandang beraneka ragam-barang bersanding satu sama lain. Pernak-pernik yang belum pernah saya ketahui membuat pusing. 'Barang segini banyak kapan hafal di luar kepala?' gumam saya waktu itu.